Situasi pandemi covid-19 yang berkepanjangan ini benar-benar melelahkan semua orang, baik lelah secara fisik maupun lelah secara psikhis. Dunia pendidikan kian 'terpuruk' kalau kondisi terus-terusan begini. Mas Nadiem pun mengkhawatirkan terjadinya krisis pembelajaran di Indonesia. Insan pendidikan sibuk mencari solusi untuk mengatasinya, sekolah pun sudah 'pontang-panting' sampai harus buka-tutup demi menjaga kesehatan dan keselamatan seluruh warga sekolah, terutama peserta didiknya.
School From Home (SFH) dinilai kurang efektif; berbagai ulah peserta didik yang penulis amati mereka mempunyai banyak dalih untuk tidak sepenuhnya mengikuti pembelajaran secara bersungguh-sungguh. Padahal segala cara sudah ditempuh oleh para pendidik untuk 'menghidupkan' kelas dengan harapan tujuan pembelajaran dapat tercapai namun, hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Jangankan kata efektif dan efisien, guru/dosen yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi sekarang ini pun kadang-kadang merasa kesulitan untuk mengajak peserta didiknya berlaku serius dalam mengikuti pelajaran.
Kita semua tidak tahu sampai kapan pendidik dan peserta didik harus berinteraksi melalui layar, karena pembelajaran harus berlangsung secara daring. Bukankah interaksi langsung baik antara pendidik dan peserta didik atau antar sesama peserta didik itu hal yang menyenangkan. Mereka bisa tertawa bersama, melakukan berbagai percobaan dan penelitian di laboratorium secara bersama, berkebun bersama-sama, berolah raga dan bermain juga dilakukan secara bersama-sama. Dinding kelas atau ruang kuliah adalah saksi-saksi mereka berinteraksi, beraktivitas dan bercandaria. Kini mereka merasa 'terkungkung' di rumah tanpa kehadiran guru dan teman-teman sebaya, tidak ada lagi belajar bersama, bermain bersama dan makan bersama.
Pada hakekatnya, manusia adalah homo ludens (insan yang bermain), ia juga adalah animal edicandum. Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan sekaligus dapat mendidik. Langeveld (dalam Sadullah, 2020) merumuskan: Manusia sebagai animal educandum, manusia yang perlu dididik, agar ia dapat melaksanakan kehidupannya sebagai tugas hidupnya secara mandiri. Manusia adalah makhluk yang memerlukan pendidikan. Oleh karena itu, keberadaan dunia pendidikan mutlak dibutuhkan di muka bumi ini.
Seorang mahasiswi mengeluhkan bahwa ia belum pernah menikmati senangnya duduk di bangku kuliah. Sejak ia mendaftar sebagai mahasiswa di tahun 2020 secara on line, belum sekalipun ia 'menginjakan' kaki di kampusnya. Rencana perkuliahan di semester genap bulan Februari 2022 ini kandas lagi dan akibatnya ditunda lagi, karena virus corona terus bermutasi, begitu cepat penularannya menyerang warga lansia sampai ke anak-anak. Bagi siswa/siswi SD, SMP, SMA/SMK juga 'terpaksa' harus mau menikmati PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) di tengah situasi pandemi covid-19 yang belum juga berakhir.
Supaya peserta didik tidak kecewa, maka pendidik harus pandai-pandai mengemas pembelajaran yang menarik dan memotivasi peserta didiknya agar mereka betah dan syukur-syukur tetap bersemangat dalam menjalani masa studinya. Berbagai upaya telah dilakukan, misalnya dengan menawarkan transformasi kurukulum, yang semula dari Kurikulum 2013 atau yang dikenal dengan sebutan Kurtilas, yang sarat materi dimodifikasi menjadi Kurikulum Darurat. Kemudian kita kenal dengan Kurikulum Merdeka (2022 -- 2024) yang ada fleksibilitasnya, sehingga diharapkan dapat membuat peserta didik menikmati masa studi nya dengan menyenangkan dan mereka pun dapat menguasai kompetensi sesuai dengan masa tumbuhkembang masing-masing.
Apa itu JLM (Joyfull Learning Model)?
Sesungguhnya istilah pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) itu sudah lama dikenal di dunia pendidikan, masalahnya tidak semua guru/dosen dapat melaksanakannya. Sekalipun sudah diusahakan seoptimal mungkin dengan cara kreatif dan inovatif namun, apabila penyajiannya tidak luwes atau fleksibel maka pembelajaran pastinya berlangsung 'kaku' dan akibatnya sudah hampir dapat dipastikan bahwa pembelajaran tidak berlangsung menyenangkan. Lalu seperti apa yang dimaksud dengan menyenangkan itu?
Buatlah pembelajaran semenarik mungkin agar peserta didik (siswa dan mahasiswa) menyukainya bahkan ketagihan.
Bagaimana caranya? Belajar dilakukan sambil bermain dan gembira (play and learn). Gunakan berbagai strategi agar tercipta suasana joyfull learning. Apa itu joyfull learning? Joyfull learning adalah suatu pembelajaran dengan tujuan untuk mencapai pembelajaran yang bermutu, sehingga perlu adanya reformasi terhadap variabel mutu. Salah satunya yaitu mengaktualisasikan konsep learning how to learn dan membangun gaya belajar dengan konsep 'kasih sayang'. Pembelajaran dengan konsep joyfull learning dipandang penting untuk memposisikan peserta didik sebagai pusat pembelajaran atau yang dikenal dengan SCL (Student Centered Learning).
Mengapa harus joyfull learning? Karena: (1) Pembelajaran yang efektif seyogianya menggunakan berbagai macam pendekatan yang dapat menyenangkan dan menarik perhatian peserta didik; (2) Tujuan utamanya adalah membantu peserta didik untuk belajar dengan senang hati, sehingga belajar itu merupakan hal yang menyenangkan dan bukan beban. Apabila belajar dirasakan sebagai suatu beban maka menjadikan peserta didik malas belajar. Belajar perlu proses, jauhi yang serba instan seperti misalnya bagi peserta didik yang penting 'lulus' dan bagi pendidik yang penting apa yang ditargetkan selesai. Semua diabaikan karena hanya mengejar ketuntasan dan mengabaikan proses.