Adalah suatu kebiasaan apabila rasa senang dan gembira meluap di hati, apalagi bagi kanak-kanak, spontan ada kata horeee…..dan biasanya diikuti dengan gerakan loncat-loncat dan sebagainya. Itulah kondisi yang terjadi ketika sekolah dinyatakan dibuka kembali pada hari Senin tanggal 30 Agustus 2021 dan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas pun mulai digelar dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Euphoria terutama di kalangan anak-anak SD kita dapati di sana-sini. Semua itu dikarenakan menurunnya kasus covid-19 di Jakarta, di wilayah DKI Jakarta kini sudah tidak ada zona merah lagi.
Bagi orang-orang dewasa mereka mulai beraktivitas lagi, yang suka ke mal, suka makan di restoran, suka ke kafe, mereka hadir di tempat-tempat tersebut. Begitu juga tempat wisata mulai ramai pengunjung namun, jangan dulu abai dengan syarat protokol kesehatan yang harus tetap dipatuhi secara ketat. Pelonggaran-pelonggaran yang diberikan oleh pemerintah mulai sedikit demi sedikit diberikan dengan memperpanjang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara bertahap, tidak lain semata-mata adalah demi kesehatan rakyatnya.
Sehat rohani dan sehat jasmani serta sehat pula perekonomiannya adalah bentuk perhatian dan kepedulian pemerintah demi menyongsong hari depan yang lebih baik.
Mulai dibukanya lagi tempat-tempat rekreasi bertujuan agar suasana menjadi ‘hidup’ kembali. Sementara usaha pemberian vaksin kepada seluruh masyarakat yang ada di wilayah NKRI terus dilakukan agar segera terbentuk kekebalan komunitas (herd community). Usaha mengedukasi masyarakat jangan pernah lelah supaya Indonesia segera terbebas dari pandemi covid-19. Oleh karena itu, sanksi tegas kepada siapapun yang melanggar harus tetap ditegakkan.
Sebagai buktinya, ada sekolah yang terpaksa ditutup lagi manakala melanggar aturan, ada pula kafe yang harus ditutup dan diberi sanksi berat karena menimbulkan kerumunan dan tidak patuh protokol kesehatan. Orang yang menyelenggarakan hajatan pernikahan dan lain-lain yang mendatangkan orang berkerumun juga dilarang.
Anak sekolah yang abai dan lalai menggunakan masker atau memakai masker dengan tidak benar karena masker bukannya dipakai untuk menutupi mulut dan hidung, tetapi diturunkan ke dagu semua akan ditindak tegas.
Memang menegakkan disiplin itu tidak mudah namun, tanpa kesadaran masyarakat mulai dari anak-anak sampai dewasa, mulai dari orang awam sampai mereka yang berpendidikan tinggi tanpa kecuali harus mematuhi tata tertib/aturan yang berlaku, semua itu demi kemaslahatan orang banyak.
Kata TEGAS jangan dituliskan tanpa huruf S di belakangnya., karena akan beda maknanya (menjadi TEGA). Aparat yang berwenang harus TEGA memberikan sanksi demi tegaknya disiplin atau justru kebalikannya, menjadi tidak TEGA-an dan berlaku permisif, tentu saja tidak boleh karena hal itu jelas-jelas tidak mendidik. Bagaimanapun juga semua pihak tanpa kecuali harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan.
Haruskah PTM ditunda?
Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghimbau bahwa daerah dengan PPKM level 3, level 2 dan level 1 boleh menyelenggarakan sekolah tatap muka terbatas dan seluruh aktivitasnya dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sekolah tatap muka hanya diijinkan untuk menyelenggarakan pembelajaran selama 2 jam dalam sehari dan 2 kali dalam seminggu, itupun dengan kapasitas siswa maksimal 50% setiap kelasnya dengan pengaturan tempat duduk masing-masing seorang setiap bangkunya.
Sekalipun PPKM diperpanjang lagi namun, kebutuhan sekolah tatap muka terbatas dirasa mendesak dengan catatan apabila terjadi pelanggaran atau jika ditemukan kasus covid-19 di sekolah itu, maka ‘terpaksa’ ditutup kembali. Sifat PTM terbatas itu betul-betul dinamis, buka-tutup sekolah sesuai dengan konteks permasalahan yang ada di tiap sekolah.