Inspirasi ini sudah penulis dapatkan ketika penulis membaca buku Belajar dari Monyet, suatu cara reformasi pembelajaran yang mangkus, yang ditulis oleh Rung Kaewdang pada tahun 2001.
Rupanya dua puluh tahun kemudian ide cemerlang itu menjadi kenyataan, 'gara-gara' masih teka-tekinya pendapat yang berseliweran antara sistem belajar on line atau off line (daring atau luring).
Pembaca pasti heran, mengapa buku itu bisa mengilhami penulis untuk sampai kepada tulisan ini. Seorang guru bernama Somporn dari Kanchanadit, Provinsi Surat Thani Thailand Selatan, berpikir menerobos -- tuntas -- menyeluruh (to think through -- through -- comprehensive) dalam memikirkan pendidikan dan pelatihan. Ia tamatan Sekolah Dasar (SD) umurnya pun sudah 60 tahun, namun ia melakukan perannya sebagai Pelatih Monyet yang benar-benar mangkus dan sangkil (efektif dan efisien).
Kini beberapa sekolah di tanah air masih meragukan sekolah dengan cara bertatap muka, dan akhirnya banyak di antaranya (seperti DKI Jakarta, dan lain-lain) telah memutuskan melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) daring pada semester genap 2020/2021.
Keputusan ini diambil setelah dengar pendapat dengan orang tua murid dan hasilnya, lebih banyak yang meminta agar anak-anak mya tidak kembali ke sekolah, walaupun bagi sianak-anak sendiri kepinginnya kembali belajar di sekolah.
Beberapa alasan peserta didik itu, antara lain kangen dengan guru-gurunya, pingin bisa bercanda dengan teman-temannya, bosan dengan cara belajar PJJ terus-menerus lah, dan masih banyak lagi alasan yang dibuatnya.
Padahal orang tua sangat mengkhawatirkan kesehatan si anak karena masih merajalelanya pandemi covid-19. Kesehatan dan keselamatan peserta didik, serta semua pemangku kepentingan dunia pendidikan merupakan hal utama.
Pembelajaran melalui PJJ daring memang menjadi solusi unggulan untuk melangsungkan kegiatan belajar mengajar saat ini, karena dapat menjangkau peserta didik lebih jauh, diseluruh tanah air dan bahkan sampai di luar negeri sekalipun. Bahkan boleh penulis katakan bahwa dengan teknologi canggih PJJ daring dapat menjangkau antariksa.
Namun, yang perlu disadari oleh semua kita bersama adalah sisi psikhologi peserta didik. Mereka perlu sentuhan kasih di samping sisi asah dan asuh oleh para pendidiknya.
Tumbuh kembang anak akan lebih optimal bila mereka berada dalam lingkungan yang tepat dan itu butuh waktu yang cukup lama. Mereka perlu berinteraksi dengan sebayanya, bermain, belajar (play and learn), berkomunikasi, dan sebagainya, mereka tidak harus menjadi soliter, egois, suka menyendiri, yang bisa berakibat stres atau depresi. Sebagai pemerhati pendidikan, penulis khawatir jika keadaan demikian berlangsung lama, membuat anak akan kehilangan rasa empati.
Dengan metode PJJ daring, yang tinggal hanya ranah 'asah' saja, interaksi antara sejawat guru, antara pendidik dan peserta didik, dan antara sesama peserta didik menjadi sangat 'tipis'.