Lihat ke Halaman Asli

Ketika Material Girl Mengacaukan Stabilitas Sistem Keuangan

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1415691066489610790

“You know that we are living, in a material world, and I am, a material girl…”

Masih terekam jelas dalam memori saya video konser Madonna yang sering diputar oleh kakak-kakak sepupu saya di Bandung pada akhir tahun 1980-an. Madonna dalam konser Material Girl membuat mulut kecil saya ternganga menyaksikan ulahnya di atas panggung. Walau tak dipungkiri saya menikmati musiknya yang interaktif.

Tak disangka saya kembali dibawa ke memori tersebut puluhan tahun kemudian ketika menonton tayangan dokumenter National Geographic mengenai krisis ekonomi di Amerika. Sekilas ditayangkan bagaimana Madonna dengan hitsnya yang mendunia, Material Girl, membawa trend remaja Amerika masa itu menjadi lebih konsumtif, terutama dalam penggunaan kartu kredit orang tuanya. Beberapa analis mengatakan penggunaan kartu kredit secara berlebihan waktu itu menjadi salah satu faktor penyebab Amerika dirundung resesi di awal tahun 1990-an.

Beberapa tahun berlalu sejak periode itu. Beberapa kali pula negara-negara di dunia mengalami krisis keuangan yang berujung pada krisis ekonomi. Tidak hanya skala reginonal, namun juga skala global seperti Asian debt crisis di sekitar tahun 1998, maupun krisis subprime mortgage yang terjadi berselang satu dekade berikutnya. Sistem keuangan yang sekiranya berfungsi memobilisasi dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) ke pihak yang kekurangan dana (defisit unit) melalui penggunaan instrumen keuangan, ternyata gagal menghasilkan keseimbangan antara sektor riil dan sektor moneter. Di satu sisi sektor riil tidak berjalan mulus menghasilkan tingkat produksi yang diharapkan, sedangkan di sisi lain sektor keuangan sudah seret kehabisan dana. Apalagi bila kredit yang disalurkan lebih banyak kredit konsumtif yang tidak menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian. Itu salah satu contoh.

Ada beberapa risiko dalam sistem keuangan yang dapat berdampak pada sektor riil, yaitu risiko kredit, risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, risiko likuiditas, risiko setelmen, dan risiko pasar.Apabila tidak dilakukan mitigasi yang tepat terhadap risiko-risiko tersebut, secara akumulatif akan rentan menimbulkan risiko sistemik yang akibatnya pun berdampak pada perekonomian negara. Seperti halnya Amerika di era material girl.

Salah satu risiko yang diawasi secara seksama adalah risiko kredit. Risiko kredit yaitu risiko kerugian karena debitur tidak melakukan pembayaran terhadap pokok yang dipinjam maupun bunganya. Penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan sebenarnya merupakan salah satu wujud fungsi intermediasi keuangan yang dilakukan antara bank dengan masyarakat. Bank yang dipercaya oleh nasabah sebagai penghimpun dana masyarakat merupakan surplus unit. Mereka menyalurkan dana kepada masyarakat yang mengalami defisit unit, atau disebut juga debitur. Namun siklus tersebut bukannya tanpa risiko, apalagi bila dilakukan secara berlebihan tanpa rambu mitigasi.

Risiko-risiko dalam sistem keuangan tersebut menjadi perhatian Bank Indonesia yang sejak tahun 2008 mengimplementasikan kebijakan mikroprudensial dan makroprudensial untuk menjaga agar negara ini tidak jatuh dalam krisis tanpa warning, tanpa jaring pengaman. Dan sejak berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2011, mereka berbagi peran. OJK sebagai otoritas pengawasan jasa keuangan termasuk bank, bertanggung jawab mengawasi aspek mikroprudensial yang meliputi diantaranya pengawasan tingkat kinerja dan kesehatan individu institusi keuangan. Sedangkan Bank Indonesia diamanahi pengawasan pada aspek makroprudensial yang meliputi risiko dalam skala yang lebih besar yang dikhawatirkan berdampak signifikan terhadap sistem keuangan secara keseluruhan.

Sebagai individu, kita pun dapat turut berperan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan negara ini. Dengan lebih selektif memilah antara kebutuhan dan keinginan serta tidak melakukan konsumsi dengan cara kredit secara berlebihan, sesungguhnya kita telah berkontribusi menjaga keseimbangan antara sektor riil dan sektor moneter. Masih mau menjadi material girl?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline