Dengan reputasi menebak dengan benar 10 dari 11 pertandingan selama musim kompetisi Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010, Paul si Gurita hadir seperti memperolok dunia. Paul si Gurita tidak hidup di jaman para Oracle yang tinggal di Delphi, dalam cerita Yunani. Paul si Gurita hidup di tahun 2010, ketika dunia ramal meramal sudah demikian canggih, melibatkan ilmu statistik, survey, poll, database, server dan mesin-mesin pengolah data termutakhir. Kisah kepiawian Paul si Gurita mungkin melebihi kisah para "tokek" andalan penduduk Jawa atau di Indonesia. Proses peramalan si Oracle bertantakel disiarkan secara live lewat jaringan televisi dan disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia dengan berbagai media. Sampai artikel ini ditulis, Psychic Octopus, menduduki trend topic di Twitter no #3 se dunia. Belum trend sejenis dalam berbagai bahasa. Mungkin banyak orang menyimak ramalan si Paul Gurita dengan nada bercanda, tidak serius, seperti menyaksikan Piala Dunia olah raga Sepak Bola sebagai hiburan. Tapi bagaimana dengan para petaruh uang begitu banyak dengan menebak hasil akhir pertandingan ? Dibandingkan analisa matematika & statistik yang njlimet ramalan Paul si Gurita jelas lebih bisa di "percaya" karena terbukti sudah 10 kali menebak secara benar, dari 11 pertandingan. Prestasi yang tampaknya belum terkalahkan oleh para peramal betulan manusia yang dikarunia akal budi. Prediksi Para Peramal Ada banyak tipe peramal yang manusia kenal. Umumnya, para peramal mengandalkan kekuatan supranatural seperti wisikan gaib dari dunia lain atau mimpi-mimpi. Nabi Yusuf dalam cerita agama samawi adalah tokoh yangn dikenal dengan ramalannya tentang masa kelimpahan dan masa kelaparan yang melanda seluruh negeri. Disamping itu masih ada Nabi Daniel yang meramalkan hadirnya kekuasaan-kekuasaan yang akan menguasai bumi silih berganti. Namun ramalan para nabi tersebut menempatkan nabi atau juru ramal sebagai medium dari kehendak luar yang tidak bisa di kontrol. Sebagai medium, para nabi tersebut tidak bisa melakukan sesuka hati, apalagi untuk tujuan main-main seperti pertandingan olah raga. Pesan-Pesan Yang Tersembunyi Selain tidak bisa dikontrol, peramal ada yang bekerja dengan pesan-pesan tersembunyi atau semacam kode yang mesti dipecahkan. Ramalan-ramalan terkenal dari Nostradamus, Jayabaya memerlukan analisa sejarah, budaya dan penguasaan bahasa untuk menafsirkan. Sementara apa yang disebut ramalan Rd. Ng Ranggawarsita lebih bersifat analitis atau paparan dari kecenderungan yang bisa dibaca oleh sedikit cerdik-cendekia seperti John Naisbitt, Alvin Tofler pada jaman ini. Doddy Corbuzier meramal pemenang Piala Dunia 2010 dengan serangkaian kode. Masalahnya, kode tersebut baru bisa dijelaskan setelah kejadian terjadi dan bukan sebelum kejadian . Model dengan pendekatan Post Hoc ini rawan terhadap kecurangan. Karena kode terbuka tersebut bisa ditafsirkan lewat 1001 cara dengan 1001 hasil pula, yang penting hasil sudah diketahui. Siapapun pemenangannya nanti, Doody Corbuzier bisa menjelaskan kunci ramalan tersebut setelah hasil pertandingan diketahui. Bahkan kalaupun yang menang adalah negara Indonesia, yang mana negara ini tidak ikut berlaga di Piala Dunia, kode rahasia tersebut pasti bisa dihubungkan ke negara tersebut. Apa Untungnya Mengetahui Ramalan ? Jika ada siswa yang bertanya kepada dukun, apakah dirinya akan lulus atau tidak. Sang Dukun kemungkinan berfikir, siswa yang bertanya tidak yakin akan kemampuannya atau siswa memang memiliki masalah dalam sekolah. Dukun bisa mengeluarkan ramalan sesuai pengamatan awal. Terhadap jawaban di dukun, apapun jawabannya, sangat mungkin ditelan mentah-mentah oleh siswa sebagai sebuah kenyataan yang akan datang. Dukun yang cerdik, bisa jadi akan meramalkan sesuatu yang buruk tapi potensial terjadi daripada meramalkan hal yang baik tapi menuntut kerja keras yang belum tentu bisa dilakukan si penanya. Situasi demikian mungkin terjadi ketika Jerman terlebih sebelumnya diramalkan kalah oleh Paul si Gurita. Entah sudah kalah sebelum bertanding, entah kalah teknik, Jerman tidak menunjukan performance seperti ketika mengalahkan Argentina. Belanda masa lalu yang dikenal sangat dipengaruhi Calvinisme mungkin akan menolak segala bentuk-bentuk ramalan, walau ramalan tersebut terkesan lebih bersifat joke. Namun apakah Belanda, khususnya para pemaian profesional, saat ini masih begitu kuatnya dipengaruhi tradisi lama ? Apakah masih relevan membawa-bawa tradisi lama ala Calvinis di tahun 2010. Kita tidak tahu, namun yang pasti, di tahun ini pula, dunia terpesona oleh ramalan-ramalan Paul yang tak lain sebuah binatang yang bahkan tidak bisa baca tulis, yi Gurita. Lalu, apakah Belanda akan menolaknya, jika Paul si Gurita ternyata memilih bendera Belanda ? Lagi pula, tidak ada gunanya mendebat ramalan Paul si Gurita dengan berbagai argumentasi. Bagi Team kesebelasan Belanda, mereka cukup bekerja sebaik-baiknya untuk membuktikan ramalan tersebut keliru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H