Saya masih berada di bagian luar pintu keberangkatan Bandara Sam Ratulangi di Manado, Sulawesi Utara, ngobrol bersama dua orang teman lama saya. Mereka mengantar saya dari kota. Jadwal take-off pesawat masih satu jam lebih, 11.00 nanti.
Pagi masih terlihat cerah di awal Desember 2007. Pukul sepuluh, saya akhirnya berpamitan dengan teman-teman yang mengantar saya saat itu. Tentu berharap dapat berjumpa kembali.
Setelah masuk melewati x-ray security scanner di pintu awal, saya mulai celingukan mencari counter check-in maskapai berlogo merah yang akan saya tumpangi sampai ke Kota Ternate di Provinsi Maluku. Ruang check-in terasa sepi.
Agak sedikit di ujung sebelah kiri, akhirnya saya temui counter dengan jurusan yang saya mau tuju. Saya masih berjalan santai. Layar informasi di atas meja check-in jelas menunjukkan tujuan saya.
Saya tengok ke jam analog yang tergantung di dalam ruangan check-in tersebut, masih menunjukkan sekitar 10.10. Tapi tumben-tumbenan tidak ada antrian. Tidak apa-apalah, mungkin penerbangan lagi sepi, pikir saya saat itu.
Saya segera menghadap ke meja check-in dan menyerahkan tiket dan KTP ke petugas wanita yang duduk di baliknya. Dia kemudian mengambilnya.
"Maaf Pak, check-in untuk penerbangan ke Ternate sudah ditutup", tiba-tiba wanita di balik meja tersebut berbicara. Jeng-jeng.. Tentu saya kaget mendengarnya.
"Koq sudah tutup?' tanya saya.
"Iya Pak, check-in sudah ditutup, tidak bisa lagi, pesawat sudah penuh".
Pernyataan terakhir ini yang membuat saya tiba-tiba jadi agak emosi.
"Loh, saya pegang tiket asli, siapa yang isi kursi saya?", tanya saya nge-gas.