Lihat ke Halaman Asli

Hanom Bashari

wallacean traveler

Menuju Moa, Melintasi Hutan Tua dan Sungai-sungai nan Jernih

Diperbarui: 25 Oktober 2021   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jembatan gantung di atas Sungai Lampo, salah satu jembatan gantung yang akan dilewati ketika menuju Desa Moa,  di Sulawesi Tengah. (@Hanom Bashari)

(2021, Moa, Sulawesi Tengah) Sekitar pukul enam pagi lewat, pintu kamar penginapan saya sudah diketuk berkali-kali. Saya yang sempat tertidur usai subuh tadi, terbangun kaget.

"Iya, sebentar...", teriak saya dan segera berdiri malas kemudian membuka pintu.

"Sebentar ya, saya siap-siap dulu", kata saya kepada tukang ojek yang tadi mengetuk pintu. Kami memang sudah janjian kemarin sore. Sementara di luar kamar, sebagian kawan saya tengah asyik ngobrol dan minum kopi.

Saya segera bergegas mandi dan bersiap. Pagi ini memang saya berencana menuju Desa Moa, sebuah desa paling selatan dari Kecamatan Kulawi Selatan, di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.

Setelah siap, saya segera keluar. Namun si tukang ojek malah meminta izin sebentar kembali ke rumahnya untuk mengambil beberapa kunci mesin. Okelah, saya menunggu sambil pesan kopi di penginapan dan segera bergabung berbincang dengan berapa kawan lain sambil menyantap pisang goreng. Nasi untuk sarapan yang telah saya pesan dari rumah makan Umami tadi malam, akhirnya tidak saya makan.

"Hati-hati Pak, lihat itu, langit gelap, hujan di sana, lebih baik tidak usah berangkat", Made, teman kami memprovokatori saya untuk tidak jadi berangkat. Namun usahanya jelas gagal.

Hampir pukul tujuh, tukang ojek tadi kembali. Saya persilakan minum kopi sejenak sambil saya memakai sepatu boots karet pinjaman dari Kantor Seksi Taman Nasional Lore Lindu di Gimpu, tadi malam.

Bismillah, saya akhirnya segera melaju menuju Desa Moa, menaiki ojek motor bebek Honda Blade biru. Motor yang saya tumpangi ini ciri khas motor di perkampungan, tanpa pelat nomor dan dengan sedikit modifikasi untuk menyesuaikan kondisi jalan-jalan kampung dan kebun di sini.

Dari Desa Tompibugis tempat menginap, kami melaju ke selatan melalui jalan beraspal mulus. Namun hanya sekitar tiga kilometer kami berbelok kiri, menyeberangi Sungai Lariang melalui jembatan gantung sepanjang 70an meter yang menghubungkan Desa Lempelero di bagian barat dan Desa Pilimakujawa di sisi timur. Setelah itu, jalanan hanya berupa rabat beton yang sebagiannya telah rusak pula.

Jembatan gantung di atas Sungai Lariang, yang menghubungkan Desa Lempelero dan Pilimakujawa, di Sulawesi Tengah. (@Hanom Bashari)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline