Lihat ke Halaman Asli

Hanom Bashari

wallacean traveler

Cerita Mengunjungi Lembah Napu nan Subur (Bagian 2)

Diperbarui: 26 Januari 2021   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lembah Napu di lanskap Lore Lindu, bagaikan sebuah ceruk raksasa dengan hamparan ilalang membentang yang dikelilingi bukit-bukit berhutan (foto: @Hanom Bashari)  

Ini bukanlah kunjungan yang pertama bagi saya di lembah Napu, dan entah kunjungan yang ke berapa puluh kali bagi rekan seperjalanan saya, Pak Anchu dan Pak Sholeh. Namun, ini adalah kunjungan yang ingin coba saya nikmati dan rasakan suasananya.

Lembah Napu merupakan salah satu lembah dalam lanskap Lore Lindu di Sulawesi Tengah. Terdapat dua lembah lain yang juga sangat terkenal di lanskap ini, yaitu lembah Besoa dan lembah Bada. Dan, lembah Napu dapat dikatakan sebagai lembah yang terluas dalam lanskap Lore Lindu ini.

Sesiang hari Sabtu tadi, pada pertengahan Januari 2021 ini, kami berkeliling di beberapa desa, dalam kunjungan dan diskusi dengan para kelompok tani hutan yang bergiat membangun hutan dalam proyek Forest Programme III Sulawesi (FP III). 

Proyek FP III merupakan sebuah proyek yang dijalankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dengan bantuan hibah dari Pemerintah Jerman, untuk mewujudkan pengelolaan lanskap Lore Lindu secara kolaboratif dan terpadu, baik dalam rangka konservasi keanekaragaman hayati maupun pengelolaan daerah aliran sungai pada lanskap ini.

Covid-19 yang ikut menghempas

Kami beristirahat di Penginapan Nasional, salah satu penginapan terbaik yang ada di Desa Wuasa, Kecamatan Lore Utara. Malam ini, Pak Idris, salah satu anggota kelompok yang kami kunjungi tadi sore, berniat datang dan ngobrol-ngobrol di penginapan dengan kami.

Pak Idris, atau Idris Tinulele adalah warga Desa Wuasa. Walaupun bukan kelahiran Wuasa, beliau beristri orang Wuasa dan saat ini telah menetap di desa ini. Pak Idris diserahi amanat oleh kelompoknya sebagai sekretaris Lembaga Pengelola Konservasi Desa (LPKD) Wuasa.

Sebelum bertemu sore itu, saya sudah lama mengenai beliau. Perawakannya yang kecil namun berisi, tidak mudah dilupakan. Saya bertemu dengan Pak Idris bersama beberapa anggota Celebes Bird Club, dalam Seminar International Maleo yang Pertama, yang diselenggarakan di Tomohon, 2010 silam. Setelahnya, saya mengenal beliau hanya dari kiprahnya sebagai pemandu wisata pengamatan burung, salah satu yang terbaik di Sulawesi yang saya kenal.

Kami berbincang dengan Pak Idris (kiri) di dalam kebun bibit yang dibangun oleh LPKD Wuasa (foto: @Sisilia Boka)

Malam itu, bercerita panjang lebar lah Pak Idris. Bagaimana harapan-harapan dia dengan LPKD di desanya, lesunya bisnis wisata pengamatan burung saat pandemik covid-19 ini, serta cerita-cerita yang menghubungkan kami dengan jaringan pertemanan lama. "Saya berharap bantuan Dana Konservasi Desa untuk LPKD kami ini, dapat mewujudkan keinginan kami dan saya tentunya, untuk mengembangkan potensi pengamatan burung di desa kami", ujarnya.

Pak Idris tidak bicara omong kosong. Dia adalah birdwatching tour guide kelas dunia. Namun sama seperti bisnis wisata lainnya, semuanya saat ini dalam kondisi lesu dan cenderung mati terimbas covid-19. Dia dan kelompok LPKD-nya, dalam skema Dana Konservasi Desa (DKD), telah merencakanan membuat jalur pengamatan burung di belakang desanya, yang merupakan zona tradisional TN Lore Lindu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline