BJ Habibie sebagai presiden Indonesia yang ketiga
B.J. Habibie merupakan presiden Indonesia yang dikenal karena perannya dalam memimpin negara di masa transisi dari era Orde Baru ke era Reformasi. Ia menjabat sebagai presiden ketiga Indonesia dalam periode yang singkat, yaitu dari 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999, tetapi berhasil membawa perubahan penting yang memperkuat sistem demokrasi di Indonesia.
Selama masa kepemimpinannya, Habibie menerapkan berbagai reformasi politik, seperti kebebasan pers, undang-undang otonomi daerah, dan pemisahan Polri dari TNI. Ia juga memperkenalkan undang-undang pemilu yang lebih demokratis dan memperbaiki kondisi ekonomi yang terpuruk akibat krisis moneter. Salah satu keputusan paling berani dan kontroversialnya adalah mengadakan referendum bagi Timor Timur, yang kemudian berujung pada kemerdekaan wilayah tersebut. Habibie dikenal sebagai sosok yang cerdas dan visioner, serta berkontribusi besar di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebelum maupun sesudah menjabat sebagai presiden.
Kontroversi
Penunjukan B.J. Habibie sebagai presiden ketiga Indonesia pada 21 Mei 1998 penuh dengan kontroversi, terutama karena terjadi di tengah situasi krisis politik, ekonomi, dan sosial yang sangat serius. Kontroversi ini muncul dari beberapa aspek utama:
Warisan orde baru: Habibie sebelumnya dikenal sebagai salah satu pejabat kepercayaan Presiden Soeharto dan menjabat sebagai Wakil Presiden sejak Maret 1998, beberapa bulan sebelum krisis mencapai puncaknya. Banyak yang menganggapnya sebagai bagian dari Orde Baru, sehingga muncul skeptisisme mengenai kemampuannya untuk membawa perubahan yang diinginkan oleh gerakan reformasi. Kelompok pro-reformasi mempertanyakan apakah Habibie bisa benar-benar melepaskan diri dari pengaruh Soeharto dan struktur politik lama.
Kurangnya dukungan politik: Habibie dilantik sebagai presiden setelah Soeharto mengundurkan diri di tengah tekanan besar dari masyarakat dan desakan reformasi. Namun, ia menghadapi ketidakpercayaan dari banyak pihak, termasuk militer, partai politik, dan masyarakat umum. Beberapa kalangan, terutama dari pihak yang menginginkan perubahan radikal, merasa bahwa penunjukan Habibie merupakan upaya untuk mempertahankan stabilitas politik bagi elit lama daripada memenuhi tuntutan rakyat.
Protes mahasiswa dan aktivis Reformasi: Setelah Habibie menjadi presiden, demonstrasi besar-besaran masih terus terjadi. Mahasiswa dan aktivis menuntut perubahan yang lebih besar, seperti pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta pengadilan terhadap pelanggaran HAM selama masa Orde Baru. Mereka khawatir bahwa pemerintahan Habibie akan gagal memenuhi aspirasi reformasi.
Pergeseran kekuasaan yang mendadak: Bagi sebagian kalangan, transisi dari Soeharto ke Habibie tampak tergesa-gesa, tanpa persiapan yang cukup. Penunjukan ini dianggap sebagai langkah yang diambil untuk menghindari kekosongan kekuasaan, tetapi mengundang kritik karena kurangnya kejelasan tentang arah reformasi yang akan diambil. Beberapa pihak menilai bahwa proses transisi ini tidak sepenuhnya demokratis, mengingat bahwa Habibie tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan ditunjuk berdasarkan aturan konstitusi yang berlaku saat itu.
Krisis kepercayaan: Dalam suasana krisis, banyak yang meragukan kemampuan Habibie untuk memimpin negara keluar dari krisis moneter dan politik. Ketidakpercayaan ini diperburuk oleh ketergantungan Indonesia yang besar pada lembaga keuangan internasional seperti IMF, yang semakin memperumit kebijakan ekonomi selama masa kepemimpinannya
Meskipun kontroversi, Habibie kemudian membuktikan komitmennya terhadap masa awal penunjukannya sebagai presiden Republik Indonesia untuk mengatasi salah satu dampah pasca krisis moneter dengan politik ekonomi yang disusunnya. Masa kepresidenan B. J Habibie merupakan masa era reformasi baru, dimana beliau berhasil untuk memulihkan inflasi dan beban ekonomi di masa krisis moneter. Berbagai upaya dilakukan oleh B J Habibie untuk membangkitkan keterpurukan Indonesia pada masa jabatan beliau seperti membenahi industry perbankan nasional dengan restrukturalisasi perbankan nasional, dan juga mengurangi beban nasional untuk menjaga stabilitas sektor keuangan seperti menutup bank yang masalahnya terlanjur terlalu parah dan tidak bias terselesaikan. Kemudian memisahkan bank central dan bank pemerintah untuk bias mendapatkan kepercayaan dunia internasional, peran bank centra harus bias berjalan secara independent dalam artian tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik pemerintah manapun dalam menjalankan fungsinya untuk menstabilkan moneter dan juga mata uang rupiah, karena jika masih terpengaruh oleh pemerintah, maka Indonesia akan dianggap sebagai negara yang otoriter yang pemimpinnya bias menyetir kebijakan moneter demi kepentinga politik pemerintah. Kemudian presiden ketiga kita ini juga berusaha sebaik mungkin mengelola dana bantuan dari IMF dengan tepat sasaran. Kemudian dibawah pemerintahan beliau, beliau juga berusaha mempertahankan subsidi BBM dan listrik. Kemudian presiden ketiga kita ini juga berusaha untuk menjaga stabilitas politik dan menegakkan demokrasi dengan menjamin kebabasan pers diizinkan dalam pengawalan demokrasi, selain itu Habibie juga melepas Indonesia dari krisis demokrasi dengan menyelenggarakan pemilu yang demokratis pada tahun 1999, sehingga masyarakat juga berhak umtuk bersuara, pada tahun ini presiden Habibie berhasil mengakhiri politik partai golkar yang selama bertahun-tahun mendominasi kemenangan nya sehingga terlahirlah berbagai partai politik lainnya. Kemudian, BJ Habibie juga gencar memberikan bantuannya kepada perusahaan swasta strategis yang memiliki hutang pada masanya, sehingga penyerapan tenaga kerjapun terganggu akibat hutang dari perusahaan swasta yang tergolong besar.