Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) saat ini tak lepas dari permasalahan-permasalahan klasik yang sering dihadapi. Beberapa contohnya adalah kurangnya pengelolaan manajemen dan organisasinya, masalah modal, dan juga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Permasalahan klasik tersebut tentunya akan menganggu roda organisasi serta kesehatan dari BMT itu sendiri.
Untuk menilai kesehatan dari BMT, ada beberapa aspek yang dapat menjadi pengukuran tingkat kesehatannya. Aspek-aspek tersebut bisa dinilai dengan menggunakan metode CAMEL, metode yang tentunya sudah tidak asing lagi dan banyak digunakan dalam dunia perbankan.
Untuk aspek modalnya, BMT harus memiliki modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Rasio (ATMR) sebesar 8%. Jika modalnya kurang dari 8%, maka bisa dipastikan bahwa BMT yang bersangkutan masuk dalam kategori tidak sehat. Tidak sedikit BMT yang mengalami hal tersebut. BMT juga terkadang kurang memberikan kepercayaan yang penuh pada anggotanya. Seharusnya BMT dalam kondisi ekonomi saat ini bisa menyeimbangkan modal sendiri dengan modal pinjamannya.
Dari segi aktiva, yang dapat menilai BMT sehat atau tidak adalah banyak sedikitnya tingkat pembiayaan dan piutang bermasalah terhadao jumlah piutang dan pembiayaan, pembiayaan bermasalah, dan penyisihan penghapusan aktiva produktif. Jika BMT tidak memiliki pembiayaan bermasalah, maka dapat dipastikan BMT tersebut sehat.
Untuk manajemennya dapat dilihat dari aspek bagaimana seorang manajer dapat mengorganisasikan pegawai, membuat perencanaan strategis, dan juga mengontrol pegawainya agar dapat mencapai tujuan. Selain tiga hal di atas, aspek yang menjadi penilaian kesehatan BMT adalah pendapatan dan likuiditasnya.
Jika melihat BMT saat ini, beberapa BMT yang namanya sudah besar tentunya dapat dimasukkan kategori sehat. Namun tidak semua BMT yang besar memiliki kesehatan yang baik. Beberapa penyebabnya adalah tidak bisa mengelola modal, asset, manajemen, pendapatan, dan likuiditasnya. Tidak banyak BMT yang ada saat ini dengan mudahnya dilikuidasi.
Selain CAMEL, BMT bisa dikatakan tidak sehat apalagi dalam menjalankan operasionalnya tidak sesuai dengan prinsip syariah. BMT sebagai Lembaga keuangan syariah seharusnya tetap menjalankan operasionalnya sesuai dengan ketentuan syariah. Selain itu, BMT juga seharusna memiliki Dewan Pengawas Syariah seperti yang ada dalam perbankan. Sehingga ada yang memastikan apakah BMT tersebut menjalankannya sesuai dengan syariah atau tidak.
Secara umum, agar permasalahan klasik BMT tidak terjadi terus menerus dan tidak menyebabkan BMT gulung tikar ada beberapa cara yang mungkin bisa dilakukan oleh BMT untuk meningkatkan kesehatannya. BMT sebagai lembaga yang juga menyediakan pembiayaan kepada masyarakat harus tetap menerapkan prinsip kehati-hatian, seperti yang dilakukan perbankan. Prinsip kehati-hatian akan membantu BMT agar memilah dan memilih nasabahnya yang sanggup untuk melunasi pembiayaan di kemudian hari.
BMT juga dapat melakukan penjelajahan ke BMT yang bisa dikatakan sehat dan juga mempelajari bagaimana sistem yang diterapkan sehingga dapat menjadi contoh jika ingin membangun BMT. Jika BMT hanya terpaku pada satu lingkungan saja, Lembaga tersebut tidak akan berkembang karena sebagai Lembaga keuangan yang menyediakan pembiayaan juga membutuhkan referensi bagaimana sistem yang baik.
Permasalahan klasik lainnya dari BMT adalah masalah permodalan. Masalah permodalan adalah salah satu masalah yang membuat BMT dapat gulung tikar. Jika BMT tidak memiliki modal sendiri yang mencukupi, BMT akan meminjam dana dan menyebabkan utang BMT bertambah. Hal tersebut tentunya bukan solusi yang tepat. Seharusnya BMT mengurangi pinjaman dari pihak luar karena dapat mengganggu ritme kerja dari BMT itu sendiri.
Dari segi internalnya, SDM yang dimiliki BMT seharusnya memiliki kapabilitas yang mumpuni. SDM harus benar-benar mengerti bagaimana mengelola organisasi dan juga keuangan sesuai dengan prinsip syariah. Jika dari SDM saja tidak mengerti bagaimana prinsip syariah yang dimaksud, bagaimana para anggota bisa percaya dengan BMT yang bersangkutan?