'Hal-hal baik dan ideal tujuan berpolitik harus terus digaungkan kepada rakyat. Agar tidak antipati politik dan mewujudkan demokrasi subtanstif'
BARU-baru ini, saya mendapat undangan sebagai pembicara dalam acara diskusi politik bertema 'Korelasi Pemilukada dengan Kesejahteraan Rakyat' yang diselenggarakan Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah di Balai Desa Rempoah, Kecamatan Baturraden, Jawa Tengah.
Di kesempatan ini saya mengajak diskusi para peserta yang berasal dari pengurus partai politik tingkat desa dan kecamatan tentang 3 pilar yang menurut saya berkaitan dalam proses pilkada dalam tujuan mencapai kesejahteraan rakyat.
Menurut saya, pilkada adalah sarana menggapai kesejahteraan. Pilkada bukanlah tujuan, menang pilkada bukan hasil akhir, melainkan pilkada adalah sebuah proses.
Hasil akhir atau tujuannya adalah menggapai kesejahteraan rakyat. Jadi di depan audiens saya bilang, pilkada adalah jembatan menuju kesejahteraan. Jembatan saya analogikan sebagai alat. Karena itu, proses pilkada yang demokratis menjadi penting.
Apa prasyaratnya?
Menurut saya ada tiga pilar yang berkaitan dan mendukung pencapaian tujuan pilkada sebagai jembatan menuju kesejahteraan rakyat. Yakni, pertama calon pemimpin yang berkualitas, kedua pemilih yang cerdas, dan ketiga penyelenggara pemilu yang berintegritas.
Pada pembahasan pilar pertama, saya menanyakan kepada audiens: menurut Anda calon pemimpin seperti apa yang layak dipilih? Tiga orang audiens berpendapat bahwa calon pemimpin itu harus dekat dengan rakyat, memiliki rekam jejak yang jelas dan berkontribusi bagi daerah.
Saya kemudian melanjutkan dengan lemparan pertanyaan diskusi : siapakah yang butuh pemimpin? Apakah rakyat yang butuh bupati, atau bupati yang butuh rakyat pemilih? Cara pandang yang keliru terhadap tafsir dari pertanyaan tersebut menurut saya akan menimbulkan perilaku politik yang berbeda.
Rakyat yang merasa butuh pemimpin, sehingga rakyat mau memperjuangkan kriteria pemimpin yang ideal dengan cara memilih di TPS meski ada iming-iming dan amang-amang. Berbeda kalau bupati yang butuh rakyat sebagai pemilih, maka akan muncul politik transaksional, muncul politik uang yang membeli suara dari tiap rakyat, begitu kata saya.