Lihat ke Halaman Asli

Untuk yang Meragukan Aksi Keluarga Mahasiswa ITB

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan ini Kampus ITB semakin menjadi bahan pemberitaan yang hangat di media-media nasional. Apalagi jika bukan karena adanya aksi yang dilakukan oleh Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) yang menolak keras terhadap politisasi kampus yang berimbas pada “terusirnya” orang nomor satu di Jakarta yang juga merupakan calon presiden PDI Perjuangan, Joko Widodo.

Kedatangan mantan walikota solo yang akrab disapa Jokowi ke kampus teknik tertua di Indonesia itu bukannya tanpa tujuan. Menurut pihak Rektorat ITB dan Jokowi sendiri, kedatangannya adalah untuk memberikan kuliah pada matakuliah Studium Generale dan untuk menandatangani MoU antara ITB dengan Pemrov DKI Jakarta. Namun, ada beberapa hal yang membuat rencana Jokowi untuk memberikan kuliah tersebut rasanya tidak benar-benar untuk memberikan kuliah.

Pertama, ITB sebenarnya telah mengundang pihak Pemrov DKI Jakarta sejak November 2013 lalu, namun Pemrov DKI terus tidak menyanggupi. Tiba-tiba, atas perintah Gubernur DKI Jakarta, akan diadakan kunjungan ke ITB pada bulan April 2014. Jadi ITB tidaklah mengundang Jokowi, Jokowi lah yang berinisiatif sendiri untuk datang ke ITB.

Kedatangan Jokowi ke ITB pada saat itu statusnya sudah menjadi capres, apalagi di tengah iklim politik yang menghangat menjelang Pemilu presiden pada Oktober mendatang, tentu menimbulkan dugaan logis implikatif. Jika dilihat dari sudut pandang mahasiswa teknik, yang sudah terbiasa dilatih untuk berpikir logis analitis, kedatangan Jokowi tersebut tidak tulus atau tidak murni untuk memberikan kuliah. Artinya kedatangannya bukanlah sebagai Gubernur DKI Jakarta (meskipun yang bersangkutan membantahnya). Kedatangannya adalah sebagai politisi, yang membawa kepentingan dirinya sendiri dan partainya.

KM ITB sebenarnya sudah menjelaskan hal ini, namun ternyata banyak pihak juga yang kurang legowo menerima terhadap aksi penolakan politisasi kampus ITB kemarin. Banyak kawan saya, yang juga siswa ITB menggerutu, kurang setuju akan langkah aksi tersebut. Beberapa kemudian berujar seperti ini: “Jika memang Jokowi datang untuk mempolitisi kampus, kan bisa diselesaikan dengan cara diskusi di kelas, bukan penolakan seperti itu ?” ada lagi yang berpendapat demikian, “Kalau toh memang itu, kan lumayan juga kita belajar politik ?”

Pendapat dari sebagian yang kurang setuju terhadap aksi tersebut benar. Namun ada beberapa hal yang patut menjadi tanggapan untuk pendapat-pendapat tersebut. Langkah diskusi untuk menyelesaikan masalah, dalam hal ini membuktikan kebenaran hipotesis mengenai kedatangan Jokowi yang sarat politis ke kampus ITB, memang hal yang sangat baik, saya sangat sepakat. Aksi KM ITB yang berujung pada barikade pemblokiran mobil Jokowi kemarin pun tidak ditujukan untuk itu, barikade pemblokiran tersebut terjadi di luar rencana aksi.

KM ITB dalam rilisnya di sini, Menyatakan bahwa aksi tersebut bukanlah untuk menolak Jokowi, seperti yang diberitakan media-media seperti berita ini, namun hanya untuk menolak politisasi kampus, dengan jalan damai, tanpa kericuhan, tanpa kekerasan. Namun, karena satu dan lain hal, serta sifat mahasiswa yang mudah tersulut, aksi yang sebetulnya ditujukan untuk “menyapa” mobil Jokowi, berujung pada barikade yang berakibat pada batalnya Studium Generale.

Selanjutnya “pengusiran” Jokowi kemarin juga tidak semata-mata dapat diartikan bahwa KM ITB alergi politik. KM ITB hanya menolak keras terhadap upaya politisasi kampus. Jika memang niatnya baik, untuk edukasi politik, kedatangan Jokowi kemarin tidaklah memenuhi syarat untuk itu, apalagi ketika statusnya sudah menjadi capres. Sebaiknya memang di undang semua capres-capres yang akan bertarung pada pemilu nanti, bukan hanya Jokowi saja.

Kedua, pengumuman Studium Generale kemarin tidaklah wajar. Jika biasanya pengumumannya memuat pembicara dan tema yang akan disampaikan, namun pada pengumuman kuliah kemarin tidak mencantumkan tema yang akan disampaikan oleh pembicara. Hal ini menguatkan hipotesis awal, bahwa memang kedatangan Jokowi yang berdasar atas inisiatifnya sendiri memang memuat unsur penarikan dukungan dari kampus ITB sebagai capres dari salah satu partai politik.

Diadu Domba oleh Media yang Tidak Bertanggungjawab

Faktor media memang sungguh sangat dominan dalam membentuk dan mengarahkan opini publik. Beberapa media dengan sangat budiman menjabarkan hal yang sebenarnya. Beberapa yang lain dengan sangat impulsif mengambil kesimpulan yang sangat berseberangan dari maksud aksi Tolak Politisasi Kampus ITB kemarin.

Bahkan ada beberapa judul berita, yang menurut saya sangat provokatif, menyetir opini seolah-olah KM ITB menolak kedatangan Jokowi untuk memberikan kuliah (padahal aslinya hanya menolak niatnya yang kurang baik saja), kemudian ada lagi yang bermaksud mengatakan (walaupun secara eksplisit) bahwa KM ITB aksi karena di setir oleh partai politik lain (seperti berita ini), atau bahkan ada beberapa opini dari pembaca yang menghakimi masa aksi KM ITB kemarin adalah pasukan nasi bungkus !

Tidak bisa dianggap remeh, opini dari media nasional yang tidak bertanggungjawab dan cenderung menyudutkan dan meremehkan kemurnian berpikir mahasiswa, khususnya KM ITB dari kepentingan politik, bisa mengancam kesatuan KM ITB. Pihak yang kemarin cenderung kurang terima menjadi merasa didukung oleh opini media, akibatnya mereka jadi memandang sinis pelaku aksi kemarin. Sebaliknya, bagi pelaku aksi, hal ini bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan diri terhadap tingkat kebenaran aksi yang telah mereka lakukan yang menurut saya sudah sangat membanggakan dan patut diapresiasi. Selain itu kekurangtepatan media dalam memuat informasi yang melenceng jauh dari maksud yang sebenarnya tersebut, turut memperkuat sinisme mahasiswa terhadap media yang selama ini sudah tertanam dengan kuat.

Sebagai seorang anggota KM ITB, jujur saya sangat prihatin terhadap hal-hal tersebut. Kami, mahasiswa ITB hanya berniat sesuai hati nurani kami, menjalankan salah satu peran luhur mahasiswa sebagai Guardian of Value. Sebagai penjaga nilai yang melindungi nilai-nilai luhur pendidikan tinggi dari segala bentuk politisasi kampus! Jika politisasi dibiarkan, mau seperti apa wajah pendidikan tinggi negeri ini? Politik memang deras membanjiri dan menghanyutkan sektor-sektor strategis bangsa. Namun, selama masih ada mahasiswa, masalah pendidikan tetaplah pendidikan, tidak boleh menjadi wahana politik praktis oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kampus adalah tempat bertanya, tempat mencari jawaban, tempat tempaan untuk menjadi insan yang tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri dan golongan, namun juga bagi Bangsa dan Negara.

Aksi KM ITB kemarin tidaklah didasari oleh adanya dukungan terhadap salah satu partai atau calon presiden dalam pemilu presiden Republik Indonesia 2014. Ditegaskan sekali lagi bahwa aksi tanggal 17 April 2014 kemarin, merupakan bentuk penolakan tegas politisasi Lembaga Pendidikan ITB. Segala bentuk pemikiran dan aksi dari KM ITB adalah bersumber dan berdiri di atas pemikirannya sendiri, tidak dari pemikiran siapa pun atau pihak manapun, tidak berdasarkan uang, apalagi nasi bungkus !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline