Sosiologi dan Sejarah Awal Kelahiran Teori Sosiologi
Sosiologi secara etimologis berasal dari bahasa yunani yang memiliki arti Socius atau kawan dan Logos atau Ilmu, jadi sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari sekumpulan individu dalam hal ini kita sebut sebagai ‘Masyarakat’. Sosiologi sendiri pertama kali dicetuskan oleh Auguste Comte (Pickering,2000;J.H Turner, 2001a). dan kemudian diadopsi oleh Emile Durkheim dalam kajianya tentang masyarakat hingga pada akhirnya sosiologi dianggap sah sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri (terpisahkan dengan filsafat dan psikologi). sejarah kelahiran teori sosiologi pada mulanya telah diteliti oleh berbagai ilmuwan bahwa Ibnu Khaldun-- walaupun dirinya tidak menggangap sebagai sosiolog namun karya-karyanya tentang sejarah dan masyarakat memiliki sebuah kemiripan dengan teoritisi sosiologi kontemporer. sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sangat berkembang pesat pada peradaban eropa barat melahirkan teori-teori tentang sifat statis dan dinamis masyarakat (Lihat : Auguste Comte). sejarah kelahiran teorinya pun dapat diketahui berawal dari sebuah perubahan sosial pada masyarakat eropa barat. Revolusi politik yang terjadi di berbagai negara eropa sekitar tahun 1789 (Revolusi Perancis) dan revolusi disepanjang abad-19 memberikan sebuah kesadaran bagi para ilmuwan untuk mengatasi permasalahan dampak negatif yang terjadi pada masyarakat yakni Chaoskemudian Revolusi Industri yakni perpindahan system pertanian pada masyarakat yang digantikan oleh Industri-industri juga memberikan efek langsung terhadap kelahiran teori sosiologi dan kelahiran sosialisme sebagai penentang kapitalistisme juga tak luput memberikan kontribusi bagi perkembangan teori sosiologi awal. serta faktor-faktor pemicu lainya seperti urbanisasi,feminisme dan religiusitas juga turut menguatkan disiplin ilmu sosiologi awal dengan berbagai sumbangsih teori-teorinya.
Sosiologi dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Ketika Teori Sosiologi sedang dibangun, Minat terhadap ilmu pengetahuan (science)meningkat pesat, tak hanya di Universitas, tetapi juga di dalam masyarakat pada umumnya. Produk teknologi dari sains yang meresapi setiap sector kehidupan masyarakat sehingga, sains , mendapat prestise yang sangat besar. ini berkaitan erat dengan sukses besar (Fisika,Biologi dan Kimia) sehingga mendapat tempat terhormat dalam masyarakat. Para Sosiolog awal (terutama Comte, Durkheim,Spencer, Mead dan Schutz) semula memang telah berkecimpung dalam sains menginginkan agar sosiologi meniru kesuksesan ilmu biologi dan fisika. kemudian sebagai bukti dari keinginan teoritisi awal sosiologi untuk meniru kesuksesan bidang disiplin ilmu alam (Biologi dan Fisika) banyak dari mereka yang meletakkan fondasi nilai empirisme dan obyektif yang notabene telah dahulu digunakan dalam ilmu sains kedalam studi sosiologi atau ilmu sosial lainnya.
Epistemologi ‘Kiri’ dalam Sosiologi
Istilah ‘kiri’ mungkin sudah sangat santer terdengar di telinga masyarakat secara Common Senseataupun bagi kalangan intelektual secara Human Scientific tak sekedar sering didengar. istilah tersebut seringkali menjadi perbincangan panas dan kontroversial. Terminologi ini menjadi luar biasa tatkala ia diendapkan pada dimensi pemikiran. Tidak saja karena ia menyimpan sejumlah gagasan besar: menantang, melawan sekaligus ‘merusak’ tradisi yang dianggapnya ‘mapan’ (establishment)tetapi karena ia memainkan peran signifikan atas munculya ide-ide besar yang merubah keadaan.
Dalam perspektif sejarah, terminologi ‘kiri’ acap kali ditimpakan pada segala hal (pemikiran dan gerakan sosial) yang berusaha membaca ulang atas situasi-situasi mapan atau yang telah dimapankan oleh kekuasaan dan kekuatan dominan. yang perlu kita perhatikan dalam diskusi kita kali ini adalah bagaimana epistemology kiri sebagai pembacaan ulang atas situasi-situasi yang kemudian dilanjutkan pada pembacaan ulang secara kritis atas berbagai bentuk pengetahuan yang dominan atau kali ini akan kita letakan wacana pemikiran ala ‘kiri’ pada konteks disiplin ilmu Sosiologi. hal tersebut merupakan spirit didalam wacana pemikiran ‘kiri’ yang senantiasa melawan, mengkritik dan memang terkadang ‘nakal’ untuk menghancurkan segala hal yang berbau establishment dalam pengetahuan untuk menyingkap hal terselebung yang bersembunyi didalamnya jubah-jubah kepentingan,kekuasaan maupun ideology.
Kritik terhadap Positivisme dan Sosiologi ala Mazhab Frankfurt
Positivisme atau filsafat positif merupakan sebuah konsep yang dirumuskan oleh Auguste Comte didalam bukunya yang berjudul Course de Philosophie Positive. Auguste Comte mencoba mengembangkan Fisika Sosial yang kemudian dirubahnya menjadi sosiologi. penggunaan istilah Fisika Sosial dapat mencerminkan bagaimana Auguste Comte berupaya agar sosiologi meniru “Hard Science”. Metode yang menjadi model dari paham positivisme inilah yang pada akhirnya sangat mempengaruhi perkembangan teoritisi selanjutnya dalam bidang sosiologi. dan yang menjadi hukum mendasar bagi aliran ini adalah sikap keobyektifan dalam memandang fenomena sosial dan kemudian diinterpretasikan pada metode penilitian ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan.
Aliran positivisme menuai banyak kritik di berbagai kalangan. khususnya, mazhab Frankfurt yang mencoba menkritik model pemikiran yang dibangun oleh aliran filsafat positivisme ini. salah satu tokohnya adalah Horkheimer. ia mencoba melakukan tudingan terhadap positivisme atau yang ia sebut sebagai teori tradisional bersifat ideologis dan menjaga status quo masyarakat yang pada dasarnya menindas. ia sangat menolak pandangan bahwa segala proses kehidupan bermasyarakat dilandaskan pada kaidah-kaidah science atau dengan produknya yakni teori-- segala kehidupan bermasyarakat dapat tergambarkan secara utuh. menurutnya ini merupakan serangkaian metode yang sesungguhnya bersifat ideologis, hal tersebut menurut Horkheimer dapat dilihat dari 3 gejala.
Pertama, dengan klaim bahwa teori itu bersifat universal yang berlaku dimana saja secara transcendental dan suprasosial pada dasarnya teori bersifat ahistoris dan melupakan kehidupan konkret didalam masyarakat real. dengan cara ini teori merupakan penipuan ideologis karena menutupi kenyataan bahwa metode ilmiah hanyalah bagian dari kegiatan masyarakat konkrit dan penerapan teori didalam kehidupan real masyarakat belum tentu dapat sejalan dengan keadaan sesungguhnya.