Lihat ke Halaman Asli

Hanafi alrayyan

Guru di sekolah

Kabinet Kerja Bukan Singkatan dari Keraton Jawa

Diperbarui: 27 Juli 2016   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Isu pergantian menteri di Kabinet Kerja jilid II tuntas sudah terjawab. Pagi tadi, Presiden Jokowi mengumumkan 13 nama-nama yang menduduki posisi menteri tersebut.

Besar harapan masyarakat agar kedepannya kinerja para menteri tersebut bisa lebih baik lagi. Kita tentu tidak menghendaki bahwa pergantian posisi menteri ini merupakan bentuk transaksional dari sistem politik, namun kita berharap bahwa perubahan kabinet murni dilandasi dengan kualitas dan hasil kinerja.

Namun bagaimanapun, aroma transaksional itu sulit untuk ditutupi. Nama-nama semisal Wiranto, selaku Ketua Umum Partai Hanura yang menjadi koalisi pemerintah, menduduki posisi sebagai Menko Polhukam. Nama politisi Golkar, Airlangga Hartanto juga masuk dalam jajaran Kabinet Kerja menempati posisi Menteri Perindustrian. Hal ini terasa wajar, sebab dalam Munas Luar Biasa partai Golkar beberapa bulan lalu pernah menyatakan bahwa Golkar akan merapat menjadi koalisi pemerintah.

Namun dibalik adanya aroma transaksional itu, kita tentu menaruh harapan yang tinggi terhadap kinerja para menteri ini.

Harapan itu tersemai dari Menteri Perhubungan yang baru, Budi Karya Sumadi. Pekerjaan rumah bagi Budi adalah menata ulang sistem rekayasa lalu lintas ketika mudik.

Kita, bangsa Indonesia tentu sudah menjadikan mudik sebagai salah satu tradisi yang mengakar dalam budaya kita. Sudah berpuluh-puluhan tahun tradisi mudik, namun pemerintah agak masih kurang peka mencari solusi terbaik. Hampir setiap tahun mudik mengancam nyawa. Khusus untuk tahun ini, kemacetan parah di tol keluar Brebes (Brexit) menyebabkan puluhan orang meninggal disebabkan kondisi tubuh yang lemah karena terlalu lama di mobil.

Untuk Ibu Sri Mulyani, harapan terbesar bangsa Indonesia kepada sosok perempuan hebat ini adalah menstabilkan keuangan, dan menciptakan kondisi perekonomian yang stabil. Ketimpangan ekonomi telah lama Indonesia, angka menunjukkan bahwa 1% kaum elite menguasai 40% kekayaan negara.

Pun hal yang sama juga kita harapkan kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Isu-isu kemiskinan, minimnya lapangan pekerjaan menjadi pekerjaan rumah bagi Lukita.

Namun yang menarik adalah dipecatnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan. Jika kita melihat kinerja mantan rektor Universitas Paramadina selama ini, tidak ditemukan berita-berita negatif yang menimpa Anies. Bahkan beberapa minggu terakhir, himbauan menteri tentang mengantar anak sekolah di hari pertama mendapatkan reaksi yang positif dari masyarakat Indonesia. Ada apa dengan Anies ?

Kendati demikian, tugas berat menanti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Muhadjir Effendy. Isu-isu pendidikan di Indonesia semakin hari semakin akut saja. Akut dari mengelola sistem kurikulum yang pas buat bahan ajar anak didik, dan akut dalam menangani karakter moral anak yang semakin amoral.

Sekali lagi, semoga tidak ada aroma transaksional dalam reshuffle kabinet ini. Sebab selama ini konsep demokrasi yang didefinisikan oleh Abraham Lincoln yang dipraktekkan di Indonesia semakin hari semakin jungkir balik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline