Lihat ke Halaman Asli

Insecure? Silakan, Asal...

Diperbarui: 10 Oktober 2020   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

get-kalm.com

            Saya punya anggapan bahwa orang yang percaya diri tidak akan insecure. Dia akan menerima segala kekurangan diri dengan lapang dada dan terus melanjutkan hidup tanpa ada hal yang terasa membebani. Namun, anggapan saya itu ambyar seketika ketika ada teman yang tampak selalu bersemangat dan menyenangkan menyatakan bahwa sekarang dia bisa insecure.

Pernyataan dia begitu menampar saya. Orang yang sempurna untuk takaran saya ternyata insecure. Untuk beberapa saat saya memang tidak bisa mempercayai pernyataan dia. Namun, akhirnya saya pun bisa menerima, karena konsep insecure seperti tangga. Dalam hidup, kita menaiki satu per satu anak tangga. Semakin ke atas kita semakin lelah. Padahal, orang-orang di anak tangga lebih bawah menganggap kita sudah mendapatkan tempat terbaik. Begitu seterusnya.

Apakah merasa insecure itu salah? Tidak sama sekali, karena manusia adalah makhluk yang dibekali oleh perasaan. Permasalahannya adalah apabila hal ini berlarut-larut. Nilai diri yang sudah susah payah dibangun tidak berarti apa-apa lagi. Kita terlalu memikirkan kelebihan orang lain sampai lupa bahwa kita juga berharga.

Insecure sejatinya adalah sebuah keinginan yang tidak kita miliki, tetapi ada pada orang lain. Berangkat dari pemikiran ini, kenapa tidak coba diwujudkan dalam bentuk lain? Sebagai perempuan, hal yang sering membuat saya insecure adalah masalah penampilan. Saya sadar penampilan saya biasa-biasa saja. Namun, apabila saya berlarut-larut seperti ini, bagaimana nilai diri saya? Alhasil, saya ingin menjadikan diri saya menarik melalui pemikiran dan perilaku saya sehari-hari. Dengan begitu, saya tetap bisa menjunjung nilai diri, meski caranya berbeda dari kebanyakan orang.

Melihat orang lain dengan kesempurnaannya membuat kita menaikkan standar keinginan. Saya ingin kaya seperti dia. Saya ingin cerdas seperti dia. Saya ingin menarik seperti dia. Begitu seterusnya. Termotivasi boleh, tetapi jangan sampai memaksakan kemampuan diri. Setiap kelebihan adalah sebuah berkah dan itu mempunyai perannya masing-masing dalam hidup ini. Dengan kata lain, dia mengemban tugas yang lebih berat untuk memberdayakan berkah itu.

Minder karena insecure pun wajar. Diri ini merasa tidak sepadan dengan orang lain. Jalan keluarnya adalah apakah kita masih bisa berbangga dengan nilai diri kita. Kalau iya, tetap terima saja rasa minder itu sambil terus memperbaiki diri. Kalau tidak, jangan gunakan standar orang lain untuk memenuhi keinginan kita. Kembali lagi, setiap manusia yang terlahir ke dunia ini memiliki peran masing-masing.

Masih insecure? Ya silakan, itu hak masing-masing. Namun, jangan gunakan insecure untuk alasan tidak mengembangkan diri. Masa ketika tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan langsung tidak berdaya seperti itu. Cobalah pelan-pelan untuk bangkit, temukan versi terbaik dari dirimu. Dengan begitu, orang yang kita anggap sempurna pun akan melihat kita juga sempurna dengan cara yang berbeda. Sempurna adalah ketika kita bisa terus mengembangkan nilai diri. Kalau sempurna berdasarkan standar orang lain adalah keinginan instan untuk memenuhi ekspektasi yang ingin dicapai.

Pada akhirnya, semua orang akan insecure. Kita selalu menapaki anak tangga. Pengalaman-pengalaman yang kita dapatkan membuat keinginan terus bertambah. Sementara itu, orang yang berada di anak tangga lebih bawah memandang kita telah berada di puncak pencapaian. Insecure-lah untuk menemukan versi terbaik dirimu. Masalah penerimaan orang lain bukan lagi kendali kita, karena setiap orang memiliki takaran tersendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline