Museum Tumurun terletak di Jalan Kebangkitan Nasional No. 2 Sriwedari, Laweyan, Solo. Kamu bisa berkunjung Selasa-Jumat pada pukul 10.00-17.00, sementara Sabtu-Minggu lebih singkat, 09.00-13.00. Berapa tiket masuk ke sini? Gratis alias tidak dipungut biaya sepeser pun. Kok bisa?
Museum ini milik perseorangan dan didirikan sebagai bentuk penghormatan terhadap mendiang sang Ayah yang merupakan kolektor seni. Kata Tumurun sendiri berasal dari Turun Temurun atau warisan dari satu generasi ke generasi lain. Adalah Iwan Kurniawan Lukminto, putra dari pengusaha tekstil terbesar Asia, PT Sritex, HM Lukminto.
Untuk mengunjungi museum ini, kamu perlu melakukan reservasi terlebih dahulu, maksimal tiga hari sebelum hari H. Kamu bisa mengakses situs resmi Tumurun atau mengubungi nomor WhatsApp +6281227002152 dan telepon 0271-7463320 apabila ingin bertanya-tanya terlebih dahulu.
Lokasi Tumurun memang agak tersembunyi dari jalan raya dan penampakan luar kurang mencirikan bangunan bersejarah tersebut. Namun, tidak sulit pula untuk dijangkau dari pusat keramaian. Saya sih kaum ojol. Naik, berangkat, turun. Pakai GoPay, tidak perlu ada proses membayar.
Begitu kamu melewati gerbang hitam, kamu akan disambut oleh petugas keamanan berseragam. Kamu akan ditanya, "Sudah reservasi?" Maka, langsung saja tunjukkan balasan surel ketika mendaftar. Agar tidak perlu repot-repot, lakukanlah tangkapan layar terlebih dahulu. Cara ini untuk berjaga-jaga saja sebab ketika manajer tidak bisa bertugas, tidak ada daftar hadir.
Sebelum memasuki ruang pameran, kamu diminta untuk meletakkan tas di meja yang sudah disediakan. Jangan lupa mengamankan barang berharga, ya. Waktu itu saya lupa, tetapi untung saja masih rezeki.
Ketika masuk ruang pameran saya kira pengunjung akan didampingi oleh pemandu. Makanya saya dekat-dekat dengan petugas, tetapi tidak ada arahan-arahan. Apa karena tidak ada manajer ya, sehingga suka-suka begini? Saya reservasi jam 11 dan sudah diperbolehkan masuk sebelum pukul itu. Sementara untuk durasi, kamu bisa melihat-lihat selama satu jam.
Yah, sebagai pengunjung dewasa bisa mengertilah dengan tulisan atau peraturan yang tertera seperti jangan menyentuh karya. Lagipula, itu hal paling lumrah ketika di museum. Untuk mengamati detail, saya cukup mendekatkan pengamatan pada objek.
Di muka ruang pameran, kamu akan disambut oleh dua patung mata ikonik berbentuk bola-bola mata berwarna merah dan hijau. Karya bernama "Floating Eyes" ini pernah dipajang pada acara ArtJog 2017 dan memiliki pesan bahwa sekarang manusia telah termakan gawai dan media sosial.
Museum Tumurun terdiri dari dua lantai. Di dasar dipenuhi contemporary art, sementara di atas kamu akan dimanjakan oleh karya-karya beraliran modern art. Selain seniman lokal kawakan seperti Eko Nugroho dan Eddy Susanto, koleksi di sini berasal pula dari berbagai negara seperti Filipina dan Jepang.
Saya tidak begitu mengerti soal seni instalasi, sehingga lebih berfokus ke lukisan. Sebelum melihat judul, saya berusaha menerka cerita apa yang ingin disampaikan oleh sang seniman. Dari pengamatan saya satu per satu, didapatkanlah karya terfavorit.