Lihat ke Halaman Asli

Be(lie)ve [Chapter 2: Melancholy Man]

Diperbarui: 11 April 2017   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            Sudah berkali-kali Aileen mencubit tangannya sendiri selama berjalan dari flatke kampus barunya, Deakin University. Dia tahu kalau itu sakit, tapi masih saja mengulanginya untuk mengecek apakah yang dialaminya sekarang mimpi atau kenyataan.

            Satu minggu sebelum perkuliahan, gadis itu awalnya tinggal di dormitory. Namun, ketika berjalan-jalan dengan beberapa teman PPI (Persatuan Pelajar Indonesia), dia melihat tempelan di sebuah flatyang tertulis kalau disewakan selama dua tahun saja. Dia pun tidak pikir panjang dan langsung bertamu untuk menanyakan harga.

            Karena alasan disewakannya flattersebut bukan dari segi komersil, maka harga yang dibanderol pun tidaklah mahal. Bahkan, salah satu pemiliknya memberikan kebijakan bisa dicicil. Kemudahan itu dia berikan lantaran penyewanya adalah seorang pelajar dan sedari awal sudah berjanji akan merawatnya dengan baik selama ditinggal empunya ke luar negeri.

            Thanks a bunch, Mr. Andrew and Mrs. Hannah, batin Aileen sambil merekahkan senyum. Teringat kebaikan hati pasangan muda itu.

***

            Program master yang Aileen ambil adalah Writing and Literature, dengan spesialisasi Creative Writing. Setidaknya ada enam unit mata kuliah yang akan dia pelajari dalam spesialisasinya tersebut. Namun, hari ini dia mempelajari tentang Children Literature, di mana menjadi mata kuliah wajib sebelum memilih spesialisasi.

            Sebenarnya, kelas mata kuliah yang Aileen hari ini hadiri adalah berbasis online. Dalam hal memperkenalkan diri, tentu lebih baik dengan bertatap muka, bukan? Karenanya, untuk dua pertemuan pertama dan jika diperlukan, pihak kampus memutuskan kalau mata kuliah ini dilakukan secara langsung.

            Sub bahasan pertama yang dibahas adalah Retelling Myths and Tales: Classic to Contemporary. Aileen sempat cemas kalau dirinya akan gagal dalam kelas ini, mengingat ada hubungannya dengan berbicara atau menceritakan kembali. Pasalnya, kemampuan speaking-nya tidak begitu baik. Dia tidak tahu pasti, apakah kesulitannya berbicara ini dikarenakan Disleksia ringan yang dia idap?

            Bahkan, saat memperkenalkan diri di awal kelas, dia cukup belepotan. Teman sekelasnya yang berasal dari berbagai negara pun memerhatikannya. Gadis ini terlihat sangat gerogi, begitu yang ada di pikiran mereka. Untungnya, dosennya kali ini sangat pengertian. Mrs. Helena memotivasinya untuk banyak berlatih berbicara, karena bahasa memang memerlukan suatu kebiasaan.

            Dosen wanita berumur 40 tahunan dengan rambut keperakan dan mata birunya itu, tanpa mengatakannya, cukup menyukai Aileen pada pertemuan pertama. Menurutnya, gadis itu memiliki semangat belajar yang tinggi. Terbukti dari cara berbicaranya yang lantang dan percaya diri, meski perkataannya terbalik-balik dan diulang-ulang. Selain itu, dia terkesan pada alasan satu-satunya mahasiswa Indonesia dalam kelasnya itu saat ditanyai mengapa mengambil jurusan ini.

            Selain saya menyukai menulis dan mempunyai pengalaman yang cukup, saya memang harus memilih jurusan ini. Saya tidak bisa mengatakan alasannya, tapi ini mempunyai pengaruh besar untuk mengarahkan jalan hidup saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline