Lihat ke Halaman Asli

Hortensia [Side Story of Broken Youth novel]

Diperbarui: 3 September 2016   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Biasanya, kalau seorang guru akan pensiun diadakan semacam perpisahan kecil-kecilan. Tapi, Masahiro sensei, sang pengajar Fisika tua yang ditakuti akan kesangarannya, tiba-tiba saja perannya digantikan oleh seseorang berumur sekitar dua puluh tujuh. Begitu masuk kelas, ia mendeklarasikan diri sebagai guru Fisika yang baru. Lalu, mengatakan kalau namanya Katsuro.

Soal penampilan, Katsuro lebih cocok jika menjadi seorang model. Meski tubuhnya dibungkus setelan jas dengan warna yang senada, otot-ototnya bisa dibayangkan. Tingginya sendiri lebih dari 170 senti. Shigeru, murid baru yang datang dua bulan lalu berkali-kali menebak angka tepatnya, karena ia sendiri sudah merasa tinggi sebagai laki-laki dengan modal 176 senti.

Ngomong-ngomong, Shigeru bukannya kurang kerjaan memikirkan berapa tinggi Katsuro. Motif pendorongnya adalah ia curiga akan kedatangan guru penuh senyum itu. Ia rasa, ini ada hubungannya dengan niat balas dendam pada keluarga Yazukawa, dan dimulai dari menghabisi teman sekelasnya, Namie, selaku anak terakhir keluarga itu.

Dua jam mata pelajaran pun terasa singkat jika dibandingkan saat Masahiro sensei masih mengajar. Dulu ketegangan yang dirasakan murid-murid, tapi sekarang sangat menyenangkan. Di samping cara mengajarnya lebih santai, rupa Katsuro membuat banyak murid perempuan terkesima.

Dan, ketika Namie dan temannya yang bernama Rin akan pergi ke kantin, gadis itu namanya dipanggil, lalu menoleh. Katsuro menghampirinya dengan setengah berlari untuk mengatakan kalau beberapa hari lagi diadakan bimbingan Fisika sepulang sekolah sebagai persiapan olimpiade.

“Kau anak yang cerdas kata guru-guru yang lain,” kata Katsuro. Ia memegang pundak Namie, kemudian melempar senyum dan tatapan yang membuat Rin kontan saja kebakaran jenggot. “Ganbatte ne[1], kau pasti bisa memenangkannya.”

Sebentar setelahnya, Katsuro melangkah pergi. Gadis itu memerhatikan pundaknya sampai hilang di balik ruang guru, sementara si cerewet Rin memandang Namie dengan mengintimidasi.

“Kita jadi tidak ke kantin?” Rin mengonfirmasi.

“Tentu,” jawab Namie dengan anggukan. Ia pun langsung angkat kaki.

Ketika Rin bisa menyamai langkah seseorang di depannya, ia bergumam samar untuk meredakan geroginya. Meski begitu, ia ingin menanyakan sesuatu. Setelah berlangsung cukup lama, akhirnya ia memberanikan diri.

“Apa kau sama seperti anak perempuan lain?” tanya Rin dan disambut oleh kening Namie yang berkerut. Maksudnya sama itu dalam hal apa? “Etto… apa kau ikut-ikutan suka sama Katsuro seperti yang lain?” sambungnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline