Lihat ke Halaman Asli

Harta Karun Musiman

Diperbarui: 29 Januari 2016   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

           Satu-satunya hal yang diinginkan Rin saat pulang ke tanah airnya satu minggu lagi adalah berlibur ke rumah nenek-kakek dari ibunya di desa. Bisa dikatakan juga, ia rindu menjadi orang Indonesia sejati. Ia rasa, suasana Bandung tidak jauh berbeda dengan Australia, yang sama-sama banyak gedung dengan segala kesibukannya. Setidaknya, saat di desa, ia bisa melihat bentangan padi hijau yang membentang, serta suara jangkrik di malam hari.

            Rin teringat salah satu hari menyenangkan yang ia dapatkan di desa. Waktu itu, ia menanam banyak bibit buah-buahan bersama nenek dan kakek. Ada mangga, durian, rambutan, anggur, dan juga nangka.

            Wah, sepertinya mereka semua sudah tumbuh besar dan menghasilkan buah yang banyak, batin Rin saat pesawatnya sesaat lagi take off. Lantas, saat kendaraan terbang itu resmi menjelajah langit, ia membayangkan bagaimana rupa pasangan lansia yang disayanginya. Rambut nenek-kakeknya sekarang pasti sudah putih seluruhnya, sama halnya bule-bule yang sering ia jumpai. Tangan-tangan telaten dan cekatan itu juga telah sangat keriput. Garis-garis halus yang waktu itu ia lihat, kini lebih jelas lagi. Deretan gigi putih yang rapi, satu persatu tanggal dimakan usia.

***

            Tiga hari setelah kedatangannya di rumah, Rin menyiapkan tiket pesawat yang akan menerbangkannya ke Kediri besok. Tapi, karena di sana tidak ada bandara, ia terpaksa landing di bandara terdekat. Ya, tetangganya—Malang, punya bandara bernama Abdul Rahman Shalih. Selain itu, penerbangan dari Bandung ke Malang sedang ada diskon. Setelahnya, ia bisa menaiki bis, lalu menyambung angkot dan ojek untuk bisa sampai ke desa Banyakan.

            “Permisi, bu, dengar-dengar, Kediri mau dibangun bandara, ya?” tanya Rin pada tetangga duduknya sewaktu di pesawat.

            “Iya, mbak. Sekarang masih ancang-ancang pemasangan radar. Soalnya, kalau nggak tepat, bakal ganggu radarnya bandara Mos, Mos, apa, ya? Yang di Madiun itu lho.”

            Rin bergumam paham. “Maospati, bu.” Ditambahkannya senyum di akhir perkataan.

            Jika Rin menjadi warga Kediri, ia janji akan memilih bupati saat ini dalam pemilu tahun depan. Pengandaian gadis itu memang cukup berlebihan. Namun, ini adalah semacam hadiah darinya karena akses ke rumah nenek-kakeknya menjadi semakin mudah.

***

            Gara-gara suasana desa Banyakan yang sudah banyak berubah, membuat Rin bahkan lupa di mana rumah nenek-kakeknya. Apa boleh buat, akhirnya ia harus bertanya pada orang-orang yang ditemuinya di jalan dengan pertanyaan yang sama, “Permisi, apa Anda tahu rumah pak Sukirman atau bu Wati, pasangan guru?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline