Lihat ke Halaman Asli

Menuntut Kebermanfaatan Bandara NYIA bagi Masyarakat Yogyakarta

Diperbarui: 16 Januari 2019   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sejak lama, warga Yogyakarta mengeluhkan maraknya pembangunan hotel dan apartemen di daerah ini. Meski sempar dimoratorium, namun nyatanya keran pemberian izin pembangunan hotel kembali dibuka belum lama ini. Hotel dan apartemen pun terus menjamur silih-berganti di seluruh tempat. Wajar saja, karena Pemkot maupun mungkin Pemkab mengejar pendapatan asli daerah dari pemberian izin ini.

Maraknya pembangunan hotel bukan tanpa sebab. Grafik kunjungan wisatawan baik lokal maupun internasional memang terus menanjak tiap tahunnya. Wajar saja, banyak investor berani mengucurkan dana hampir tidak terbatas untuk meraup manisnya keuntungan dari pembangunan hotel.

Tidak sedikit warga yang menolak keras gilanya pembangunan ini. Dibangunnya begitu banyak hotel ditakutkan membawa berbagai isu permasalahan sosial dan lingkungan. Pengeboran air bawah tanah yang akan dibuat untuk menyuplai air di gedung-gedung hotel menjadi salah satunya. Terbukti, beberapa sumur warga nampak kering dan hanya bersisa lumpur. Belum lagi potensi adanya perilaku asusila di area hotel atau apartemen, yang tentu membuat resah warga sekitar.

Puncaknya, Yogyakarta pun tengah membangun bandara baru di Kulonprogo. Menggantikan Bandara Adisucipto yang memang telah melampaui kapasitas, apalagi dengan fakta bahwa bandara tua ini sesungguhnya adalah bandara milik TNI AU. Maka, untuk mengakomodir meningkatnya kebutuhan transportasi penerbangan sipil di Yogyakarta, bandara baru bernama New Yogyakarta International Airport (NYIA) pun dibangun.

Pembangunan bandara ini pun banyak ditolak warga. Pembebasan lahan pun terpaksa dilakukan dan banyak pemukiman warga beserta lahan pertanian dan perkebunan produktif harus digusur. Drama penggusuran pun kerap terjadi, dari mulai warga yang menolak, hingga masalah turunnya kompensasi untuk warga yang digusur. Pada akhirnya, pembangunan bandara tetap dilakukan dan tengah berlangsung hingga saat ini.

Akhirnya pembangunan hotel, apartemen, dan bandara tetap dilakukan. Upaya penolakan dan jalur hukum sudah ditempuh, kadang berhasil kadang tidak. Tapi toh, barangnya sudah pasti ada. Jika sudah begini, maka bolehlah kita mulai berpikir pragmatis dan menuntut pada pemerintah daerah agar semua pembangunan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.

Pembangunan bandara memang bukan sekadar menyokong pariwisata, namun hendaknya menjadi pelancar mobilitas masyarakat sipil dan tentu saja, ekonomi. Dengan dibukanya bandara internasional yang besar dan megah di Kulonprogo, sangat diharapkan fasilitas ini dapat membuka lapangan kerja yang luas untuk masyarakat Yogyakarta. Angkasa Pura sebagai operator wajib menyediakan lowongan kerja bagi putra-putri daerah Yogyakarta. Pusat pelatihan dan sekolah tinggi perlu dibuka segera khusus untuk masyarakat Yogyakarta untuk mengisi beragam posisi di fasilitas bandara ini.

Adanya bandara untuk pertama kalinya di Kulonprogo dan cukup jauh dari Kota Yogyakarta seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Pemkab untuk mengembangkan daerahnya. Daerah wisata di Kulonprogo perlu dibangun dengan lebih profesional lagi dengan kembali melibatkan warga setempat, terutama warga terdampak penggusuran jika memungkinkan. Sentra-sentra belanja dan kuliner UMKM perlu dibangun oleh Pemkab di sekitar bandara maupun daerah tujuan wisata agar warga juga mendapat berkah ekonomi.

Peluang ekonomi lainnya adalah penyediaan transportasi, selain kereta bandara ataupun bus yang tengah dipersiapkan dishub, Pemkab juga bisa turut menyiapkan sarana pra-sarana transportasi bagi penumpang sipil yang baru mendarat di bandara. Transportasi online harapannya bisa lebih diterima di bandara ini ketimbang dulu saat di Adisucipto sehingga driver-driver online yang juga merupakan warga Kulonprogo dapat memiliki pekerjaan sampingan yang unik.

Soal hotel, kembali lagi hotel perlu didorong oleh pemda untuk lebih memberi kontribusi bagi warga. Jangan hanya karena sudah membayar izin dan pajak, lantas beroperasi sendiri tanpa memberi kontribusi. Selain membuka lapangan pekerjaan formal bagi masyarakat, hotel juga bisa bekerja sama dengan UMKM untuk memasarkan produk kreatif warga. Bisa juga warga dilibatkan untuk menyuplai kebutuhan logistik hotel, sehingga hotel tidak selalu menunjuk vendor perusahaan besar, namun juga menerima suplai dari UMKM warung lokal.

Perkara pemerataan kesejahteraan dengan peningkatan kapasitas UMKM memang menjadi topik yang perlu disorot di Yogyakarta. Salah satu tokoh lokal berpengaruh yang gencar memperhatikan tema ini adalah Bambang Soepijanto. Pria yang menjabat sebagai Ketua Umum APKINDO ini percaya, peningkatan kapasitas UMKM akan membawa kesejahteraan yang merata bagi warga Yogyakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline