Lihat ke Halaman Asli

Insiden Nisan Salib dan Predikat Yogyakarta Sebagai Kota Peduli HAM

Diperbarui: 19 Desember 2018   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Yogyakarta boleh berbangga di satu sisi, dan agak berwaspada di sisi lain. Berbangga karena kota ini sekali lagi mendapat penghargaan tahunan sebagai Kota Peduli Hak Asasi Manusia dari Kementerian Hukum dan HAM RI.

Di sisi lain, warga Yogyakarta patut berwaspada dan introspeksi. Baru-baru ini, Kota Yogyakarta, tepatnya Kecamatan Kotagede, menjadi sorotan. Sorotan ini terkait dengan insiden adanya penolakan simbol salib oleh warga pada sebuah makam orang kristiani di lokasi pemakaman.

Kota Peduli HAM

Mari kita bahas satu-satu, dimulai dengan penghargaan membanggakan sebagai Kota Peduli Hak Asasi  Manusia. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Kota Yogyakarta mendapat penghargaan ini. Sebaliknya, ini sudah keenam kalinya Yogyakarta mendapat penghargaan serupa. Bahkan, penghargaan ini didapat berturut-turut sejak pertama kali diraih di tahun 2013. 

Rapat Koordinasi penilaian Kota Peduli HAM

Indikator penilaian atas penghargaan ini memang beragam. Dari mulai hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas perumahan yang layak, hak perempuan dan anak, hak atas kependudukan, hak atas pekerjaan, dan hak atas lingkungan yang berkelanjutan.

Apa itu HAM?

Dari aspek-aspek tersebut, kinerja Pemkot Yogyakarta dalam memenuhi hak warganya, dianggap baik sehingga berhak diganjar penghargaan sebagai Kota Peduli Hak Asasi Manusia. Penghargaan ini pun diberikan seiring dengan Hari HAM ke-70 yang jatuh tanggal 10 Desember silam.

Insiden Pemotongan Nisan Salib

Tidak terlalu lama sejak diberikannya penghargaan tersebut, terdengar isu dari Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta yang menggegerkan pemberitaan nasional. Nisan salib di makam seorang warga bernama Albertus Slamet Sugihardi dipotong bagian atasnya oleh warga RT 53 RW 13.

Makam Albertus Slamet Sugihardi

Dengan dipotongnya salib tersebut, nisan menjadi berbentuk T dan tidak lagi menyerupai salib. Foto nisan salib yang sudah dipenggal itu kemudian viral di media sosial.

Alasan pemotongan nisan salib itu sederhana, karena makam tempat almarhum dimakamkan, memang umumnya dipakai untuk memakamkan umat muslim. Lebih lanjut lagi, makam tersebut memang sedang diproses untuk menjadi makam khusus muslim.

Almarhum Pak Slamet menurut pengakuan warga, sebetulnya merupakan orang yang aktif mengikuti kegiatan warga, seperti arisan, ronda, dan sebagainya. Beliau bahkan menjadi pelatih paduan suara ibu-ibu Muslim di lingkungan Purbayan. Kendati begitu, lingkungan ini memang tidak membolehkan adanya kegiatan atau simbol selain Islam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline