Lihat ke Halaman Asli

Tumbuhnya Co-Working Space sebagai "Ruang Keempat"

Diperbarui: 4 Desember 2018   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.freeofficefinder.com

Anda pasti tidak asing lagi dengan co-working space. Mustahil anda merasa asing dengan tempat ini. Anda bisa menemuinya di berbagai kota besar, dari mulai Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, hingga Yogyakarta.

Tempat ini didesain untuk bekerja. Ada kursi dan meja yang nyaman disertai wifi super kencang. Makanan dan minuman yang sifatnya lebih seperti kudapan ringan akan selalu tersedia.

Di tempat tertentu, satu meja bisa dipakai beberapa orang yang tidak saling mengenal. Kursi yang tersedia ada yang memang kursi tegak untuk bekerja di meja secara profesional, ataupun kursi sofa santai.

Tidak lupa, tersedia pula "bilik-bilik" privat yang bisa disewakan sebagai ruang meeting ekslusif, lengkap dengan fasilitas white board dan bahkan proyektor.

Para pekerja yang menggunakan tempat ini pun sangat mudah diidentifikasi. Mereka umumnya adalah anak muda. Bisa saja mereka pekerja profesional, atau mahasiswa. Mereka duduk dan menghadap laptop, mengerjakan apapun yang bisa dikerjakan. Mengetik, menulis, membuat presentasi, mendesain grafis, membuat vektor, membangun desain 3 dimensi, dan lain sebagainya.

Beberapa dari mereka datang berkelompok dan bekerja bersama sendiri-sendiri dalam diam, beberapa lagi ada yang sambil diskusi, ada pula yang memang bekerja semi menggelar rapat ringan.

Sesekali waiter akan datang dan menyuguhi pesanan es teh, kopi, cokelat, kentang goreng, sayap ayam, dan sebagainya.

Tempat apakah ini? Kenapa orang tidak bekerja di kantor saja jika kerjaannya memang ada kantornya? Kenapa tidak mengerjakan tugas kuliah di kampus? Jika sang pekerja bekerja lepas, kenapa tidak bekerja di rumah saja agar lebih nyaman?

Ternyata, jawabannya ada pada filosofi ruang perkotaan.

Richard Florida, ahli ekonomi kreatif dari Amerika, mengamati perkembangan kota-kota di negaranya selama bertahun-tahun. Menurutnya, dari dulu sebuah kota itu hanya punya dua ruang: rumah dan kantor.

Ruang pertama sebagai rumah, cukup jelas, adalah tempat manusia hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline