Lihat ke Halaman Asli

Wes Wayahe: Saatnya Generasi Ambyar Harus Sadar

Diperbarui: 3 Januari 2024   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah bus berhenti didepan pelataran rumah kayu yang nampak asri nan mewah. Kemungkinan pelataran tersebut cukup untuk memuat 3 mobil parkir. Pelataran itu didominasi oleh rerumputan yang terawat dan beberapa pohon rindang.

Terlihat seorang anak muda berkaos putih berdobel kemeja kotak-kotak tanpa dikancingkan, berjalan dengan tangan kanan memegangi gelangan ransel miliknya. Lengkap dengan celana jins dan bersepatu, ia melangkah tegap dengan aura percaya diri.

"Tomy..!" sambut seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu. Pemuda itu segera menghampiri memeluk ibunya.

Tomy sudah lama tidak pulang kampung. Ia telah selesai menamatkan studinya di kota. Ia mengambil jurusan Ilmu Sosial dan Politik. Ia pulang kampung karena ingin menjenguk orangtuanya dan ingin bersosialisasi dengan masyarakat di kampungnya sendiri.

Tomy sangat terkenal di lingkunganya. Wajahnya terpampang di pinggir-pinggir jalan. Poster bertuliskan "Mohon doa restu" lengkap dengan gambar wajahnya, membuatnya tidak asing dan mudah dikenali oleh orang-orang. Sudah lama ia memiliki rencana untuk intens mengakomodir suara pendukungnya. Terkadang rasa khawatir dan cemas menghantui pikirannya sebelum tidur. Ia takut kalah. Ia tidak siap jika menanggung kalah dengan caleg-caleg yang lain.

Strategi meraup suara sebanyak-banyaknya yang di terapkan Tomy sangat berbeda dengan caleg-caleg lain. Ia murni tanpa menggunakan politik uang. Sebagai mantan aktivis yang kerjaanya sering demo ke gedung pemerintahan, ia gengsi jika pencalonannya menggunakan politik uang. Dukungan dari teman-temannya membuatnya percaya diri. Ia tidak gentar melawan pesaingnya meski menggunakan strategi politik uang. Ia sadar jika seharusnya mayoritas pendukungnya adalah generasi muda. Gernerasi muda Milenial dan Gen-Z yang terkadang tidak luput dari perasaan ambyar.

 "Iya, ambyar," gumam Tomy yang sedang duduk-duduk santai di depan rumah. Ia berpikir bagaimana menyadarkan generasi ambyar ini. Generasi yang katanya suka pada hal-hal instan dan suka flexing alias pamer sana-sini di media sosial. Memang banyak para psikolog yang mengatakan jika Generasi Milenial dan Z ini memiliki peluang kerja dan potensi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Tetapi pernyataan itu tidaklah benar secara general. Sebab, banyak sekali Generasi Milenian dan Gen-Z yang masih belebotan mencari kerja dan terkadang tidak siap bersaing di dunia kerja. Kekhawatiran itu selalu muncul pada pikiran Tomy. Sesekali ia menyeduh racikan wedang uwuh buatan ibunya.

Sepiring getuk pisang menghampiri mejanya. Ia kemudian mengambil satu buah dan memakannya.

"Andai saja Gen-Z itu seperti makanan ini, pasti akan lebih mudah untuk ku makan"

"Ah, 'kan mereka bukanlah makanan yang mudah di beli lalu dimakan," ucapan nglantur itu tidak sengaja keluar begitu saja dari mulut Tomy.

"Hem... sepertinya ada yang tidak beres pada kepala ini," simpulnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline