Meskipun termasuk kategori metropolitan dan kota terbesar di Indonesia, tingkat kejahatan tertinggi ternyata bukan disandang oleh Jakarta. Dinukil dari analisa dan evaluasi Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri medio Agustus 2017, Provinsi paling rawan kejahatan adalah Sumatera Utara, Jawa Timur dan jawa Barat.
Artinya, di tiga provinsi tersebu tingkat kejahatan paling tinggi. Dengan kata lain, warga di tiga wilayah itu belum merasakan keamanan yang diharapkan. Ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah serius bagi aparat kepolisian untuk memberikan rasa aman pada masyarakat.
Data berbeda disajikan oleh Badan Pusat Statistik. Menurut BPS, tiga wilayah dengan tingkat kejahatan tertinggi adalah Sulawesi Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Tengah. Di Sulawesi Utara misalnya, menurut BPS setiap 100.000 orang warga sebanyak 328 orang beririko menjadi korban kejahatan.
Baik dari data Mabes Polri maupun data BPS, Jakarta tidak masuk dalam daftar kota dengan tingkat kriminalitas tertinggi. Hal ini tentu saja patut disyukuri, sebab secara kuantitas kejahatan di Ibu Kota tidak lebih buruk dari provinsi-provinsi lain.
Ada keuntungan yang dinikmati oleh Jakarta sebagai metropolitan yang terjaga 24 jam. Apalagi, banyak varian kejahatan yang dilakukan di waktu-waktu dan tempat tertentu. Misalnya di malam hari ketika situasi sedang sepi atau di tempat-tempat yang lengang. Sebagai metropolitan, Jakarta selalu dalam pantauan aparat maupun warga.
Kendati termasuk lebih baik ketimbang daerah lain, harus diakui kadar kejahatan di Jakarta termasuk berbobot besar. Lagi-lagi ini terkait statusnya sebagai metropolitan, kota transit di tengah percaturan mobilitas global. Tak jarang, aparat kepolisian berhasil menciduk pelaku kejahatan yang beroperasi dalam jaringan internasional atau kejahatan transnasional.
Baru-baru ini misalnya, Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya berhasil membongkar jaringan peredaran narkoba Taiwan-Indonesia yang beroperasi di apartemen. Bulan Juni yang lalu, aparat kepolisian juga membongkar sindikat produsen dan pengedar narkoba sebesar 300 Kg sabu di salah satu perumahan di Pluit.
Mereka ini masih memiliki rantai jaringan dengan modus yang sama. Yaitu sama-sama berasal dan dikendalikan sindikat dari Taiwan dengan modus berbaur dengan warga di kawasan pemukiman. Penyaruan ini dilakukan untuk menghindari endusan aparat.
Kejahatan terbaru yang terjadi di apartemen, mendungang komentar pelaku industri. Seperti dikutip dari Metrotvnews.com, Deputy Property Manager Pengelola Green Pramuka City, Danang S Winatahari mengatakan apresiasinya kepada kepolisian yang berhasil menciduk sindikat tersebut di apartemen. Green Pramuka mengatakan siap bekerjasama dengan aparat untuk memeliharan keamanan.
Namun, developer tidak kuasa menginterogasi ketika ada masyarakat yang mecari hunian. Karena baik apartemen maupun perumahan statusnya inklusif bagi siapa saja. Karena itu, dibutuhkan kepedulian warga sekitar jika melihat gerak-gerik mencurigakan agar segera berkoordinasi dengan aparat dan pengelola apartemen atau perumahan.
Green Pramuka sendiri mengaku berkomitmen mendukung upaya kepolisian dalam mengurangi kejahatan, termasuk yang dilakukan dengan menyelinap dan berbaur di kawasan-kawasan hunian.