Lihat ke Halaman Asli

Pemilu Dan Sesendok Madu

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terhitung sejak saya menuliskan huruf pertama pada tulisan ini, kurang lebih 11 hari lagi pesta demokrasi terbesar negeri ini akan dihelat. Bersamaan dengan itu, hampir di seluruh media massa, atau mungkin keseluruhan darinya, semakin ramai dengan berita-berita aktual seputar kampanye di berbagai penjuru Indonesia. Kita juga bisa melihat bermacam-macam warna bendera partai beserta wajah-wajah caleg bertebaran di sepanjang ruas jalan. Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita menentukan pilihan? Atau barangkali kita masuk ke dalam golongan orang yang tidak percaya lagi pada calon pemimpin bangsa ini?

Jika kita lihat, angka golput semenjak pemilu 2004, lalu ke 2009 mengalami perkembangan yang signifikan. Bahkan pada pemilu 2009 persentase golput mencapai 39.1%. Mengalahkan suara dari partai manapun, termasuk Partai Demokrat yang notabene sebagai pemenang saat itu. Pertanyaan kedua, Apa yang menyebabkan seseorang berfikir untuk memilih golput?

Saya akan mencoba berangkat dari sebuah cerita. Di suatu zaman hiduplah seorang raja adil yang memerintah suatu negeri yang bisa dikatakan cukup sejahtera. Dikala itu, kondisi negara sedang berada di penghujung musim panen dan hendak memasuki musim paceklik pangan. Sang raja yang adil tersebut dengan cerdas mengumpulkan rakyatnya di sebuah lapangan terbuka untuk berdialog.

Singkat cerita rakyat yang telah berkumpul diperintahkan untuk menaruh madu sebanyak satu sendok, hanya satu sendok madu setiap harinya di sebuah kuali besar di tengah kota. Nantinya madu ini akan digunakan sebagai cadangan makanan saat masa paceklik.

Akhirnya setiap hari rakyat berbaris untuk memasukkan sesendok madu ke dalam kuali raksasa tersebut. Diantara ribuan rakyat, tersebutlah seorang laki-laki yang tergolong kurang mampu, sebut saja ia otong. Si Otong merenung dan berdialog pada dirinya sendiri, ia memikirkan kehidupannya  yang sehari-harinya sudah sulit mendapatkan makanan, dan sekarang diminta mengumpulkan madu setiap hari. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk mengganti madu tersebut dengan sesendok air saja. Toh, cuman saya yang melakukan hal ini, pasti gak akan ngaruh sama madu yang satu kuali besar. Begitu pikirnya.

Setelah sekian lama mengumpulkan madu untuk cadangan makanan, tibalah saatnya kuali besar itu diambil dan dibagikan kembali kepada rakyat. Sang raja memerintahkan pengawal untuk membawa kuali raksasa tersebut ke hadapan rakyatnya dan membukanya. Alangkah kagetnya wajah pengawal ketika ia membuka tutup kuali tadi. Rajapun heran dengan sikap pengawalnya dan memerintahkan untuk menumpahkan seluruh isi kuali tadi. Apa yang terjadi? Benar saja, satu kuali besar berisi air tumpah di hadapan rakyat.

Sebagian dari kita mungkin malas untuk mencoblos, malas untuk mencari tahu partai yang pantas dipilih, dan seakan sudah putus harapan terhadap caleg-caleg yang ada. Namun ketahuilah kawan, satu suara kita adalah setitik harapan bagi bangsa ini. Jangan sampai pada akhirnya kita tidak bisa mendapatkan manisnya madu karena mayoritas beranggapan golput lebih baik. Menurut pandang saya, masih ada partai yang pantas dipilih, dan masih ada pemimpin yang cinta rakyat juga negeri ini. So, bersegeralah tentukan pilihanu dan jangan lupa dating ke TPS tanggal 09 April nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline