Prabowo-Hatta, Pemimpin Kita (sumber : FBPS)
Ketika nama Haji Prabowo Subianto muncul menjadi calon presiden RI di tahun 2014, maka dinamika pemikiran bermunculan tentang tokoh ini. Menariknya, persoalan demi persoalan dimunculkan agar mantan Panglima Kostrad ini dibuai dalam ayunan irama politik, yang mempersoalkan sosoknya, hingga memujinya.
Menariknya, ketika Pak Prabowo di tahun 2009 tampil sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Ibu Megawati Soekarnoputri, dinamikanya tak ‘sepanas’ suhu politik tahun ini. Tak ada yang menjegalnya, hingga mempersoalkan, bahkan isu-isu pelanggaran HAM terkesan beku, dingin, bahkan kala itu banyak publik yang mengatakan, jika Pak Prabowo bukanlah sosok yang pantas menjadi Cawapres, justru sebaliknya menjadi Capres sebagai kompetitor Pak SBY dan Pak Jusuf Kalla saat itu.
Tetapi Pak Prabowo sadar dengan realitas politik saat itu, bahwa partainya tidak sebesar kekuatan Partai Golkar, Partai Demokrat dan PDIP, dan sebagai sosok negarawan Pak Prabowo mengatakan “Apapun posisi dan peran kita, Capres atau Cawapres, demi untuk membangun bangsa ini, bukanlah sebuah persoalan. Sebab tanggung jawab membangun bangsa ini adalah tanggung jawab kita semua, tanggung jawab seluruh anak bangsa,” ujarnya kala itu.
Tak berbeda jauh dengan pernyataan lima tahun lalu, Pak Prabowo selalu saja mengeluarkan pernyataan kenegarawanannya, bahwa ia akan menghormati apapun keputusan rakyat di Pilpres ini. Bahkan selama berkampanye, ia meminta pendukungnya, agar tetap memelihara rasa kebersamaan, menjaga semangat persatuan dan kesatuan, hingga menghormati anak bangsa lainnya yang memiliki pilihan dan pandangan berbeda. “Sebab kita semua adalah bersaudara” ujar Pak Prabowo.
Pak Prabowo bahkan menyikapi persoalan-persoalan provokasi dan fitnah yang diarahkan pada dirinya, juga pasangannya Pak Hatta Rajasa. Beliau berkata; “ Sekeras halilintar pun genderang perang yang kalian tabuhkan padaku, sebusuk bangkai pun sumpah serapah yang kalian semburkan padaku, setajam sembilu pun pedang yang kalian hunuskan padaku, sedalam palung pun kuburan yang kalian siapkan padaku, Aku tak akan berperang dengan kalian, karena kalian adalah saudaraku. Aku hanya berperang jika kalian menjadi penghianat dan perampok bangsa ini”.
Kalimat-kalimat ini adalah isyarat besar, jika Pak Prabowo dan Pak Hatta seorang negarawan besar yang tak ingin bangsa ini terpecah dengan persoalan-persoalan politik. Pak Prabowo selalu membalik adagium negative tentang politik yang selalu dipersepsikan sebagai sesuatu yang tak baik. “Politik itu adalah cara atau alat untuk mensejahterakan rakyat,” ujarnya.
Di Pintu Kemenangan Bersama Rakyat
Lalu menjadi pertanyaan, mengapa Pak Prabowo begitu di sudutkan dengan persoalan-persoalan yang selalu berkutat di arena yang tak bertepi? Tapi tak pernah ada langkah ‘skak mat’ yang mematikan perjalanan karir politiknya. Semuanya berlalu begitu saja? Seperti angin yang mendinginkan badan lalu kemudian berlalu entah kemana.
Bahkan yang paling miris ketika ada yang pengamat yang mengatakan Pak Prabowo tak pantas menjadi Presiden karena tak punya pengalaman di pemerintahan. Sungguh menggelikan. Sebab akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang justru akan memutar arah jarum sejarah. Apakah Pak Harto yang tentara juga memiliki pengalaman pemerintahan sebelum menjadi Presiden? Apakah Gusdur juga punya pengalaman di pemerintahan? Apakah Ibu Megawati punya pengalaman pemerintahan? Apakah Pak SBY sebelumnya juga punya pengalaman pemerintahan?
H. Prabowo Subianto (foto : FBPS)
Mungkin ini hanyalah ‘gurauan politik’ yang selalu membeda-bedakan persepsi dan kinerja antara pengalaman tentara dengan mereka yang berkutat di birokrasi pemerintahan. Jika kita tak ingin dianggap kerdil dalam berpikir, yang selalu membedakan antara birokrasi pemerintahan dengan karir di jenjang kelembagaan negara lainnya. Bagi penulis, ini hanyalah ‘cara’ untuk membelokkan persepsi publik, yang sebenarnya di arahkan untuk menjatuhkan popularitas dan keterpilihan Prabowo-Hatta, yang sebenarnya telah berada di pintu kemenangannya bersama segenap rakyat Indonesia.