Tahun 1950, lima tahun setelah Indonesia merdeka. Bung Hatta menyatakan, "Masa perjuangan kita sekarang ini boleh dikatakan telah habis romantiknya, tinggal prosesenya lagi. Perjuangan masa lalu bisa kita rayakan dengan cita cita baru yang gemilang, sebagai keperwiraan dan kepahlawanan demi menggapai keutuhan bangsa. Masa seperti itu sudah lewat, mulai sekarang kita harus meninjau apa sebenarnya yang menjadi tujuan kita? Tujuan kita adalah satu Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur."
Dari pernyataan Bung Hatta tersebut dapat kita maknai bahwa beliau ingin bergerak cepat untuk mengisi kemerdekaan Indonesia dengan karya nyata. Hilangkan romantisme masa lalu menuju Indonesia baru. Dan menurut Bung Hatta, "Kemerdekaan Indonesia hanya bisa langgeng dalam demokrasi."
Dalam pandangan Bung Hatta diatas, sangatlah jelas bahwa beliau telah menerawang sangat jauh dan sudah mengantisipasi kondisi bangsa sebagaimana seharusnya. Betapa sangat cintanya beliau terhadap Indonesia. Beliau tidak ingin negara ini terperosok dalam kehancuran akibat kesalahan dalam menetapkan prinsip negara. Karena itulah beliau tetap dalam pilihannya bahwa hanya dengan demokrasi kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia dapat diwujudkan.
Saat ini kita berada dalam era global yang ditandai dengan kemajuan di segala aspek kehidupan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mendorong manusia berada dalam dunia tanpa batas. Globalisasi tidak hanya menyajikan segala kemudahan serta harapan bagi kehidupan manusia, namun juga ancaman bagi manusia itu sendiri. Jika demikian kenyataannya, lantas bagaimana kita menyikapi semua itu? Jawabannya tentu saja kita harus bergandengan tangan memperkuat persatuan demi ketahanan nasional yang didukung oleh pemerintahan yang demokratis.
Sekarang timbul pertanyaan apakah demokrasi pancasila yang kita jadikan sebagai pandangan hidup, sebagai sistem bernegara telah terwujud dalam kehidupan nyata bangsa Indonesia? Apakah telah terwujud ketahanan nasional? Apakah telah nampak wujud pelayanan publik sebagaimana yang diharapkan? Jawaban atas pertanyaan diatas sangat relatif dan kita semua punya jawabannya.
Keputusan politik pemerintah telah memberikan warna putih maupun hitam. Banyak teori yang membahas mengenai administrasi publik, manajemen publik atau pelayanan publik. Mantan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson pernah mengatakan, "Administrasi publik berada di luar area politik. Urusan administrasi publik bukan urusan politik. Meskipun tugas dan jabatan administratif berasal secara politik, tapi ia tidak boleh di manipulasi demi politik."
Pandangan Wilson diatas sangat jelas bahwa setiap proses pelayanan publik tidak dibenarkan adanya campur tangan kepentingan politik. Dalam demokrasi, pandangan Wilson sangat cocok kita jadikan sebagai prinsip dasar dalam pelayanan publik. Dengan prinsip dasar ini akan terlihat bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam pelayanan publik.
Kita tahu bahwa ASN merupakan agen-agen pemerintah sebagai ujung tombak keberhasilan dalam pelaksanaan program-program pembangunan. Keberhasilan pembangunan dalam segala aspek tentu tidak terlepas dari keputusan atau kebijakan politik. Maksud Wilson tidak hanya tertuju pada proses pengambilan keputusan politik saja, tapi yang krusial ada pada hasil dari keputusan politik tersebut.
Berkaitan dengan pelayanan publik, Wilson lebih lanjut menyimpulkan dua pandangan sebagai prinsip dasar, yaitu harus dibedakannya politik dan administrasi. Maksudnya, politik berada di bawah ranah kekuasaan, sementara administrasi berada dibawah ranah kompetensi. Pandangan berikutnya ada pada administrasi publik harus dijalankan dengan efisien.
Benar apa yang dikatakan Wilson bahwa politik harus berada diluar ranah pelayanan umum (public service). Jika politik ikut serta dalam proses pelayanan umum maka akan besar kemungkinan terjadi inefisien, diskriminasi, keberpihakan, dan yang paling berbahaya ialah sikap apatis rakyat. Karena pada hakikatnya ukuran pemerintahan yang demokratis ada pada kesediaan, kejujuran, transparansi dan berpihak pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Demokrasi harus dimaknai sebagai upaya melayani rakyat dengan cara terbaik. Bukan sebaliknya malah mengabdi pada kepentingan pribadi dan partai penguasa negara. Oleh karena itu, penulis berpandangan bahwa setiap kebijakan atau keputusan politik yang tidak berpihak pada rakyat, itu tandanya telah mengkhianati rakyat dan saat itu pula legitimasinya sebagai penguasa negara tergerus, bahkan runtuh.