Lihat ke Halaman Asli

Kachi dan Halimah

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

INT. WARUNG KOPI-SIANG

Siang itu suasana di warung kopi sedikit tenang. Beberapa orang terlihat sedang ngobrol sambil menikmati segelas kopi, sebagian yang lain menonton televisi, dan sebagian lagi baca koran serta ada juga yang sedang menulis pada sebuah buku catatan. Yang tersebut terakhir barangkali tukang kredit yang sedang mengaso diwarung kopi.

Him dan Je sedang duduk di sebuah meja menghadap ke arah televisi yang terletak di atas sebuah lemari rak penganan (lemari dari kaca tempat bermacam penganan kecil). Mereka sedang menonton pertandingan ulang sepak bola. Selang satu meja tampak Kachi duduk menghadap meja Him dan Je. Dia sedang membaca koran sambil menikmati roti selai. Di atas mejanya terlihat masih utuh segelas kopi.

Isi koran yang dibaca Kachi adalah tentang seorang gadis pemenang Putri Duta Pariwisata tahun ini. Kachi sangat mengenal gadis itu.

INT. WARUNG KOPI-SIANG – CONTINUOUS

Dari depan warung kopi terlihat seorang gadis masuk. Seorang gadis berkulit putih bersih dan berwajah cantik. Dia menjadi pusat perhatian pengunjung warung kopi.

Gadis itu berjalan perlahan menuju sebuah lemari berisi berbagai macam penganan. Dengan ujung mata ia mengitari isi ruangan. Ia mencari seseorang. Matanya berhenti di punggung Kachi yang sedang asyik baca koran.

Gadis itu adalah Halimah (19 tahun) anak pak Z, tetangga sebelah rumah Kachi.

Halimah sudah 7 tahun tinggal di kota besar menempuh pendidikan disana. Ia telah tumbuh menjadi seorang bidadari.

Semua mata memandang ke arah Halimah untuk sekedar mengaguminya sambil menduga-duga siapa gadis itu. Kecuali Kachi yang tidak menyadari kedatangan Halimah karena sedang serius membaca koran.

Sambil memilih-milih penganan yang akan dibeli, Halimah sesekali melirik kearah Kachi tanpa memperdulikan tatapan mata yang lain.

Di sisi lain terlihat Kachi sudah selesai membaca koran dan meletakkan koran tersebut di atas meja. Dia mengambil gelas kopi lalu menghirupnya perlahan-lahan. Matanya melirik kearah Him dan Je. Terlihat Him dan Je tidak lagi memandang ke arah TV tapi ke arah lain. Kachi penasaran. Dengan gelas kopi masih menempel di mulut, perlahan ia memalingkan kepala mengikuti arah pandangan HIM dan JE. Pada saat yang sama Halimah sedang melirik ke arahnya. Ketika mata Kachi dan mata Halimah bertemu, saat itu juga gelas di tangan Kachi jatuh ke lantai...prang!!! Secara reflek Kachi mundur menghindari jipratan kopi. Tapi sial dia tersandung kursi dibelakangnya.

Terdengar suara grudubuk orang terjatuh bercampur jeritan Halimah.

INT. RUMAH ORANG TUA HALIMAH -SIANG

Kachi membuka mata. Tampak wajah Halimah di hadapannya. Wajah yang telah lama dirindukan. Siang dan malam.

Sekilas terlihat kekhawatiran di wajah Halimah.

HALIMAH

Abang sudah sadar?

Pertanyaan bodoh yang dilontarkan untuk menunjukkan kegembiraannya. Halimah tertunduk malu. Kachi tidak perlu menjawab. Ia memandang sekeliling ruangan. Ia tidak mengenal kamar itu.

KACHI

Kamar siapa ini?

HALIMAH

Kamarku

KACHI

Kok aku dibawa kemari?

HALIMAH

Bapak yang suruh.

Kachi tampak tidak percaya.

KACHI

Bapak mu?Pak Z?

HALIMAH

Bapak sudah tahu apa yang terjadi semalam.

Kachi kembali membayangkan masa-masa indah dulu ketika mereka masih kanak-kanak. Pada waktu itu usia Halimah 6 tahun dan Kachi berusia 11 tahun. Mereka seperti kakak-adik tidak pernah perlepas satu dengan yang lain. Mereka tetangga dengan status sosial berbeda. Kisah klise sejak nabi Adam. Seiring berjalannya waktu benih-benih cintapun tumbuh dihati mereka. Cinta itu telah membuat mereka berpisah.

HALIMAH

Kapan abang melamar aku?

Kachi tersenyum lalu bangun dari tempat tidur. Ia meringis terasa sakit dibagian punggung. Halimah menyesal telah mengeluarkan kalimat itu. Harga diri telah telah ditawarkan pada nilai yang terlalu rendah. Tapi cintanya telah menghalanginya untuk jual mahal.

KACHI

Baru saja aku baca di koran kamu terpilih sebagai putri Pariwisata provinsi.

Masa aku seberuntung itu?

Halimah sedang mempermainkan ujung bajunya dengan jari-jari tangannya yang lentik. Ada perasaan bangga,galau ,dan senang-senang ngeri.

HALIMAH

Abang adalah pahlawanku yang menyelamatkan aku secara diam-diam.

Mengapa tidak mengaku?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline