Lihat ke Halaman Asli

Mengisi Kesempatan Hidup dengan Amal yang Lebih Bermakna

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mengisi Kesempatan Hidup dengan Amal yang Lebih Bermakna

Hidup ini sebuah misteri yang penuh rahasia, manusia memiliki keterbatasan dalam memahami makna hidup ini. Pada umumnya, manusia tidak mengetahui banyak hal tentang makna dari hidup ini, yang mereka ketahui hanyalah realitas yang nampak saja.

Dunia yang secara nyata dapat dinilai oleh setiap orang yang dapat melihat sebagai suatu alam dimana kehidupan senantiasa berputar dengan segala kesenangan dan kepahitannya, gelanggang dimana manusia dilepas untuk memainkan peranan tertentu yang dipilih dan dijalaninya.Alam duniadimana sebagian besar manusia tertipu karenanya, terpedaya oleh kemolekan dan keindahannya, sebenarnya untuk apa sih hidup di alam Dunia ini? Benarkah hakikatnya seperti tampaknya?

Untuk memahami hidup ini, tentu kita harus melihat kepada unsur-unsur yang terlibat di dalamnya yaitu siapa penciptanya, untuk apa diciptakan dan bagaimana seharusnya kita hidup dan bagaimana hubungan antara ketiganya pada sebelum dan sesudahnya.Ketika kita memperhatikan alam, manusia dan kehidupan, kita akan mendapatkan suatu yang sangat seimbang dan sempurna tanpa cacat. Sesuatu yang apik seolah-olah tidak henti-hentinya diatur oleh sesuatu. Dan sesuatu itu tentunya adalah wajib adanya seperti wajibnya keberadaan seorang pembuat kursi atas sebuah kursi yang dibuatnya.

Dan sesuatu itu adalah mesti bersifat maha kuasa dan maha sempurna serta maha cerdas, dikarenakan terlihatnya ciptaan-ciptaan yang begitu agung yang berada pada diri kita, juga di sekeliling kita tempat kita menjalani kehidupan yang keberadaannya begitu nyata dan sempurna.

Tidak ada seorangpun yang tahu berapa lama ia akan hidup, dimana ia akan mati, dalam keadaan apa ia akan mati dan dengan cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa hidup ini hanya satu kali dan setelah itu mati ditelan bumi. Mereka meragukan dan tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati. Adapun mengenai kepercayaan adanya kehidupan setelah mati pandangannya sangat beragam tergantung pada agama dan kepercayaan yang dipeluk dan diyakininya.

Hidup dalam pandangan Islam adalah kebermaknaan dalam kualitas secara berkesinambungan dari kehidupan Dunia sampai Akhirat, hidup yang penuh arti dan manfaat bagi lingkungannya. Hidup seseorang dalam Islam diukur dengan seberapa besar ia melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai manusia, hidup yang telah diatur oleh Dien Islam.

Ada dan tiadanya seseorang dalam Islam ditakar dengan seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh umat dengan kehadiran dirinya. Sebab Rosul pernah bersabda "Sebaik-baiknya manusia diantara kalian adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain. (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Oleh karena itu, tiada dipandang bernilai ketika seseorang melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah diatur oleh Islam.

Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidupnya sehingga keberadaannya bermakna dan bermanfaat di hadapan Alloh SWT, yang pada akhirnya mencapai derajat hidup yang diliputi kebaikan. Untuk mencapai derajat tersebut maka setiap muslim diwajibkan beribadah, bekerja, berkarya, berinovasi atau dengan kata lain beramal sholeh. Sebab esensi hidup itu sendiri adalah bergerak untuk kehendak Penciptanya, dorongan untuk memberi yang terbaik serta semangat untuk menjawab tantangan yang ada dihadapannya.

Makna hidup dalam Islam bukan sekadar berpikir tentang realitas, bukan sekadar berjuang untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih dari itu memberikan pencerahan dan keyakinan bahwa hidup ini bukan sekali, tetapi hidup akan berkelanjutan, hidup yang melampaui batas usia manusia di Bumi, hidup yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan sang Pencipta. Setiap orang beriman harus meyakini bahwa setelah hidup di Dunia ini ada kehidupan lain yang lebih baik, abadi dan lebih indah yaitu alam Akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang’’.QS.Adl-dluha (93):4.Setiap muslim yang aktif melakukan kerja nyata (amal sholeh), Alloh menjanjikan kualitas hidup yang lebih baik seperti dalam firmannya "Barangsiapa yang melakukan amal sholeh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan ia beriman, maka pasti akan kami hidupkan ia dengan hidup yang berkualitas tinggi". QS. An-Nahl (16):97. Ayat tersebut dengan jelas sekali menyatakan hubungan amal sholeh dengan kualitas hidup seseorang.

Umur manusia sepenuhnya ditentukan oleh Alloh SWT, manusia hanya dapat menerima keputusan Alloh SWT tentang umurnya. Karenanya, manusia tidak mengetahui panjang pendek umurnya, manusia juga tidak mengetahui sampai kapan ia akan hidup di Dunia, hanya Alloh-lah yang mengetahui. Jika umur sudah habis masa berlakunya di Dunia, tidak ada kesempatan lagi bagi kita untuk melakukan amal sholeh, yang ada hanyalah penyesalan dan menunggu perhitungan amal sholehserta kemungkaran yang telah dilakukannya di Dunia. Untuk itu, beberapa kali Alloh memerintahkan kepada manusia di dalam Al-Quran untuk beriman dan beramal sholeh selama masih ada kesempatan hidup di Dunia. Umur yang diberikan Alloh SWT kepada manusia adalah amanat yang harus dijaga dengan baik,karenanya harus diisi dengan amal sholeh. Nilai umur manusia tidak ditentukan oleh panjang atau pendeknya, melainkan oleh kualitas amal yang diperbuat dalam masa hidupnya.

Panjangnya umur seseorang tidak akan bernilai sama sekali, jika tidak diisi dengan amal sholeh. Bahkan, boleh jadi hanya menjerumuskan kedalam azab Alloh SWT. Umur panjang yang diisi dengan amal sholeh menjadi bukti kualitas hidup manusia di Dunia dan meninggikan derajatnya di sisi Alloh SWT.  Waktu adalah hal penting yang harus diperhatikan dalam hidup ini, kualitas hidup seseorang dapat ditentukan berdasarkan bagaimana seseorang tersebut menggunakan waktu yang dimilikinya. Bukan terkait dengan berapa banyak atau berapa lama waktu yang dimilikinya, namun bagaimana membuat waktu tersebut menjadi bernilai.

Banyak orang yang memiliki banyak waktu, namun mereka tidak bisa menggunakannya dengan baik,ini artinya bahwa banyak orang yang lalai dengan waktu. Hanya orang-orang yang sadar akan berharganya waktu yang bisa menggunakan waktu tersebut dengan baik, jauh dari kesia-siaan dan hal-hal yang tidak bermanfaat.Sangat rugilah orang-orang yang menyia-nyiakan waktu, sebagaimana diingatkan dalam firman-Nya: “Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati dalam kesabaran”. QS. Al-Ashr (103):1-3.

Al-Qur'an senantiasa mewanti-wanti manusia akan pentingnya waktu bagi kehidupan mereka, karena kualitas kehidupan manusia di Dunia sangat ditentukan oleh kemampuannya menghargai dan memanfaatkan waktu. Untuk itu, di awal surah Al-'Ashr Alloh SWT bersumpah dengan waktu, siapapun akan merugi, kecuali, orang-orang yang senantiasa mengisi hidupnya dengan amal sholeh yang dilandasi keimanan dan keikhlasan, mereka yang senantiasa saling mengingatkan dengan kebenaran dan kesabaran.Bagi seorang mukmin, setiap hembusan napas, detak jantung dan aliran darah selamanya harus bernilai ibadah, dirinya harus sadar bahwa waktu adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Alloh. Jika lalai, maka kehancuran tidak hanya menimpanya di Dunia namun azab akhirat telah mengintainya.

Al-Qur'an sering menyebut hari kiamat dengan as-saa'ah, maksudnya, kejadian pasti yang waktunya telah ditentukan Alloh SWT. Pada hari itu manusia akan diminta pertanggung-jawabannya atas seluruh waktu yang telah dihabiskannya selama hidup di Dunia. Rosululloh saw bersabda: "Tidak akan tergelincir kedua kaki seorang hamba di hari kiamat, hingga ditanyakan kepadanya empat perkara. Usianya, untuk apa ia habiskan, masa mudanya, bagaimana ia pergunakan? hartanya, darimana ia dapatkan dan kepada siapa ia keluarkan? Ilmunya, sejauhmana dia amalkan?" (HR. Bazzar dan Thabrani).

Waktu adalah modal dasar bagi setiap orang untuk menentukan kualitas hidupnya, semakin baik dia dalam menggunakan waktu maka semakin baik pula kualitas hidup yang dimilikinya. Baik atau buruknya seseorang dalam menggunakan waktu ditentukan oleh hal apa yang ia lakukan terhadap waktu yang dimilikinya. Mengambil hikmah dari ayat Al-Quran di atas, disebutkan bahwa semua manusia sesungguhnya mengalami kerugian waktu, tentu saja, karena sesungguhnya waktu hidup yang dimiliki oleh manusia terus berkurang.

Akan tetapi, walaupun pada dasarnya waktu hidup itu terus berkurang, ada solusi yang bisa dilakukan sehingga manusia tidak merugi, hal tersebut yaitu melakukan amal sholeh yang dilandasi atas keimanan. Merekalah orang-orang yang beruntung, mengisi setiap waktu yang dimilikinya dengan amal sholeh atas dasar keimanan. Tanpa dasar keimanan, walaupun melakukan kebaikan, pada hakikatnya mereka tetap merugi apalagi melakukan kesia-siaan.

Oleh karena itu dua kunci utama yang menentukan nilai waktu dan hidup manusia adalah iman dan amal sholeh, keduanya tidak dapat dipisahkan. Tanpa keimanan, amal yang dilakukan sesungguhnya adalah tidak bernilai, sedangkan tanpa amal, keimanan sesungguhnya adalah palsu atau mati. Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi-Zhilalil Quran mengungkapkan:

“Amal sholeh adalah buah alami dari keimanan dan gerak yang bermula pada detik dimana hakikat keimanan itu menghujam didalam hati. Maka keimanan adalah hakikat yang aktif dan energik. Begitu hakikat keimanan menghujam didalam nurani maka pada saat itu pula ia bergerak mengekspresikan dirinya diluar dalam bentuk amal sholeh,itulah iman islami, tidak mungkin tinggal diam tanpa gerak atau tersembunyi tanpa menampakkan diri dalam bentuk yang dinamis diluar diri sang mu’min. Jika tidak bisa melahirkan gerakan yang alami tersebut (amal sholeh) maka keimanan itu berarti palsu atau mati. Sama seperti bunga yang tidak bisa menahan semerbak wewangiannya, ia pasti muncul secara alami, jika tidak, bisa dipastikan ia tidak ada!”

Setelah berbicara mengenai pondasi dalam mengisi waktu, sekarang kita berbicara bagaimana mengelola waktu dengan baik sehingga berbagai amal yang dilakukan dapat lebih optimal. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola waktu, yaitu:

1.Aspek keterbatasan. Manusia memiliki berbagai keterbatasan dalam hidupnya, termasuk dalam hal waktu. Tidak ada satupun manusia yang akan hidup abadi dan tidak ada pula satupun manusia yang tahu kapan dia akan mati. Manusia hidup terbatas dan berada dalam waktu yang tidak pasti. Namun demikian, keterbatasan dan ketidakpastian bukanlah suatu hambatan, hal ini menjadi suatu motivasi bagi kita untuk memaksimalkan waktu yang kita miliki demi mewujudkan cita-cita. Waktu adalah ruang kesempatan dan amal adalah isinya.

Dalam rangka memaksimalkan keterbatasan waktu yang kita miliki, hal yang harus dilakukan adalah memperhatikan produktivitas. Produktivitas terkait dengan amal yang kita lakukan selama waktu yang kita miliki. Nilai hidup kita ditentukan oleh amal-amal yang kita lakukan, sehingga produktivitas menjadi alat ukur untuk menentukan pemaknaan hidup kita. Hal yang harus terjadi adalah bagaimana setiap satu satuan waktu dapat menjadi suatu amal yang berkualitas. Waktu=Amal sholeh=Pahala yang tidak terbatas, sebagaimana dalam firman-Nya: ‘’..barangsiapa yang memelihara satu jiwa sama dengan memelihara kehidupan menusia seluruhnya..”. QS. Al-Maidah (5):32, begitu juga dalam sabda Rosul: “Barangsiapa yang menyeru kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. (HR. Tirmidzi).

Jangan biarkan waktu yang kita miliki hanya lewat begitu saja, kosong tanpa amal sholeh. Ubahlah setiap satu satuan waktu, setiap detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun menjadi amal sholeh yang pahalanya berlipat ganda, bahkan pahala yang tak terbatas. Isilah waktu yang dimiliki dengan amal-amal terbaik sehingga kita tidak tergolong orang-orang yang merugi.

2.Aspek kebertahapan. Kita tidak bisa dengan begitu saja mencapai apa yang diharapkan (dicita-citakan). Diperlukan kerja keras, perjuangan dan pengorbanan dalam mewujudkan cita-cita yang kita miliki. Setiap hal selalu memerlukan proses. Proses-proses itulah yang harus dilalui sebagai tahapan dalam mencapai tujuan. Melalui proses (tahapan) tersebutlah setiap waktu akan terisi dengan lebih baik dan terjaga dari kesia-siaan. Sebagai contoh, sebelum menjadi dewasa, setiap orang pasti melalui tahapan bayi, balita, anak-anak dan remaja. Untuk menjadi dewasa, seekor kupu-kupu sebelumnya harus melalui fase telur, ulat dan kepompong. Berbagai tahapan yang dilalui dengan baik pada akhirnya akan membuat kita menjadi lebih dewasa. Buatlah tahapan terencana untuk mencapai cita-cita dengan waktu yang kita miliki.

3.Aspek prioritas. Hal ini menentukan apa yang akan kita lakukan dan darimana kita akan memulai. Prinsip prioritas mengajarkan bahwa kita melakukan sesuatu hal yang tujuannya sama dengan tujuan yang kita miliki dan kita yakini kebenarannya. Selain itu prinsip ini juga memperhatikan terkait kemampuan diri kita dan kondisi yang ada untuk menghadapi masa mendatang. Sesuatu hal yang hakikat nilai kebenaran dan kemanfaatannya lebih tinggi, lebih diprioritaskan dari pada hal-hal lainnya.

4.Aspek keseimbangan. Kita tidak bisa berjalan pincang hanya dengan satu kaki. Artinya terdapat banyak aspek dalam diri dan hidup kita yang harus dipenuhi, tidak bisa ditinggalkan, karena tanpa keseimbangan ini kita tidak akan bisa berdiri tegak dan stabil. Terkait keseimbangan ini misalnya perlu diperhatikan, keseimbangan antara pribadi dan sosial, ilmu dan amal, akal dan hati, ruhiyah dan jasadiah, material dan spiritual, karir dan keluarga dan lain-lain. Berbagai hal terkait keseimbangan ini harus diperhatikan dalam mengisi waktu yang kita miliki sehingga akan terbangun kehidupan yang harmonis.

5.Aspek kesinambungan. Prinsip kesinambungan meyakini bahwa sesuatu hal yang besar dibangun atas bagian-bagian yang kecil, kesuksesan besar adalah gabungan dari kesuksesan-kesuksesan kecil. Seperti halnya suatu bangunan rumah, ia merupakan gabungan dari pasir, semen, batu bata dan komponen-komponen lainnya yang saling menguatkan. Antara satu komponen dengan komponen lainnya memiliki satu tujuan yang sama. Begitu pula dengan hal-hal yang kita lakukan, semuanya saling memiliki keterkaitan dalam rangka mencapai tujuan atau cita-cita yang besar.

6.Aspek keteraturan. Prinsip keteraturan mengajarkan bahwa dalam hidup ini, kita harus memiliki suatu pola yang jelas dalam rangka mencapai tujuan. Pola tersebut memberikan panduan atau arahan terkait langkah hidup kita. Selain itu, pola tersebut menunjukkan mana yang harus kita lakukan dan mana yang harus kita tinggalkan.

Keteraturan membuat irama kehidupan menjadi indah,keteraturan pula yang membuat berbagai aspek kehidupan menjadi sinergis dan harmonis. Tanpa keteraturan maka yang akan timbul adalah kekacauan, bahkan kehancuran. Hal terpenting dalam menciptakan keteraturan adalah tekad hati yang kuat untuk menjalankan semua yang telah direncanakan. Pahit ataupun manis, kita tetap bertekad hati yang kuat untuk menjalani proses-proses keteraturan. Dengan keteraturan, setiap waktu yang kita miliki akan menjadi bernilai karena kita memiliki rencana yang jelas untuk mengisinya.

Semoga Alloh Yang Maha Kuasa menjadikan hidup yang kita miliki menjadi hidup yang berharga, hidup yang menyelamatkan kita di kehidupan Dunia dan kehidupan Akhirat. Alloohumma innaa nas’aluka husnul khootimah, wa na’uudzubika min suu-ul khootimah. Aamiien…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline