Harga diri adalah sebuah nilai kepantasan mnimal yang harus diperjuangkan setiap orang, utamanya dalam lingkup sosial dan pekerjaan, harga diri akan menentukan citra diri seseorang dalam merangkai karir kehidupan. Juga menentukan kepuasan dan kebahagiaan hidup.
Untuk meningkatkan harga diri, jalan yang ditempuh beragam dari masing-masing individu, bergantung dari ciri kepribadiannya. Secara umum terbagi menjadi dua yaitu kepribadian yang terbuka atau ekstrovert dan tertutup atau introvert.
Bagi yang berkepribadian terbuka seringkali membuat pernyataan secara jelas dalam menentukan harga dirinya, berapa nilai yang diharapkan dan upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan. Sementara kepribadian tertutup, pernyataan harga diri, tidak tegas, semu dan malu-malu. Bahkan tersekan tidak membutuhkan nilai dan penilaian untuk dirinya.
Apapun bentuk dan ragam kepribadian, pada dasarnya semua orang memiliki harga diri, dan ingin dihargai minimal pantas sesuai harapan terlbih biasa dinilai lebih tinggi dari ekspektasinya. Bukankah sifat dasar manusia ingin dipuji ? dan hampir setiap manusai menghindari hinaan tau celaan dan penilaian jelek buat dirinya.
Perhatikan setiap sesuatu yang mengandung unsur penilaian, bahwa dalam proses penilaian semua orang ingin mendapat nilai yang terbaik, sehingga berbagai usaha dilakukan, termasuk menjadi pesulap. Atau meminjam sepatu aladin, agar semunya tampak glowing. Namun kadang ada yang mengemas pernyataan seakan-akan rendah hati, padahal sejatinya posisinya sudah rendah diri.
Para jawara selalu berucap bijaksana, karena sudah mendapatkan peringkat, berada di atas panggun, senyumnya mengembang bahkan dadanya melebar. Kata-kata yang diucapkan tidak menunjukkan kesombongan, karena telah mampu membuktikan dan mensederajatkan antara ucapan dan perbuatan. klop.
Sedang bagi yang kurang memperhatikan kenaikan harga diri (bisa jadi karena kurang menonjol atau biasa-biasa saja), senantiasa berfilosofi seperti padi, semakin kuning semakin merunduk, legowo dengan keadaan sekarang, tidak perlu neko-neko, apa adanya dan sudah puas dengan apa yang dimiliki. Bisa jadi realitas batinnya penuh gejolak, ingin berada di puncak, namun apa daya tangan tak sampai.
Sebuah citra diri perlu dihias sedemikian rupa, agar glowing. untuk siapa ? ya tentu bukan saya untuk orang lain, yang lebih penting adalah untuk diri sendiri, agar dalam menjalani hidup bisa memiliki makna kemanfaatan yang lebih.
Berlomba-lomba untuk menaikkan harga diri sangat dibutuhkan, sehingga kualitas diri akan semakin meningkat. Tentu dengan cara yang tepat, tidak menciderai norma-norma kemanusiaan dan sportivitas. Ini menunjukkan bahwa proses perjuangan penaikan harga diri juga mendapat perhatian dan penilaian, dengan kata lain proses dab pencapaian hasil akhir merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan, hubungan proses dan hasil secara sederhana dalam dinyatakan bahwa hasil tidak akan mengingkari proses atau proses menuntun kepada hasil.
Harga diri dalam konteks sosial adalah pengajuan banyak orang, bukan pengakuan diri sendiri. Sebaik apapun narasi yang diuntai tentang diri sendiri, tetapi perilaku atau kenyataannya tidak sesuai dengan fakta yang ada, maka menjadi pribadi seperti pepatah "tong kosong nyaring bunyinya".