Depresi di lingkungan akademis, tidak saya dialami pada jenjang perguruan tinggi, bahkan sejak pendidikan Isia Dini, kerap para peserta didik mengalami depresi karena harus menurutkan keinginan orang tua, sering disebut bahwa masa anak-anak adalah masa merealisasikan hobi atau cita-cita orang tuanya yang gagal. atau tidak tercapai di masa sekolah atau remaja Begitu halnya di sekolah dasar mulai ada perundungan yang dilakukan oleh teman sekolah, dan terus berlanjut hingga sekolah menengah atas.
Pendidikan dokter spesial, tidak ubahnya seperti program akselerasi pada jenjang pendidikan SLTP dan SLTA, para peserta didik di level ini, kurang diakrabkan dengan lingkungan, mereka disibukkan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru mata pelajarannya, yang tidak jauh berbeda seperti tuntutan orang tua pada anak PAUD, guru kelas akselerasi memiliki beban psikologis yang begitu berat, untuk mengurangi beban itu, sebagian (besar) dilimpahkan kepada siswanya.
Menempuhprodi yang spesifik seperti dokter spesialis, tantangannya sangatlah berat karena terjadi tarik ulur antara kualitas akademis dan status sosial yang disandangnya. Dalam masyarakat staus dokter telah menjadi komunitas tersendiri dan menempati peringkat atas, 'disakralkan", dianggap dewa penyelamat bagi kehidupan umat manusia, status inilah yang menjadikan rapuh mental para calon dokter spesialis, karena perjuangan untuk mendapatkan kesempurnaan gelar dokter begitu berat, lebih mudah mengumpulkan keuangan dari hasil praktek.
Kasta dan srata dalam perguruan tinggi, sering menguatkan ego bagi para guru besar, ucapannya dianggap teori, "dijauhkan dari kesalahan ucap, dan ini juga diberlakukan kepada para mahasiswa meski mereka telah memberi kontribusi besar dalam masyarakatnya (menjadi dokter yang terkenal), di sinilah para calon dokter spesialis sering pupus harapan dan kecil nyalinya.
Harapannya, tidak saja pada program dokter spesialis, buday akaedmis harus ditegakkan, memandang kesamaan dalam berpendapat dan tetap memberi penghormatan kepada yang senior, sebagai bentuk apresiasi dan ketaatan. Mengubar kultul yang menggura sangatlah sulit, bila tidak diawali dari pembuat kebijakan dan pelaku aktifnya. Kesadaran ini penting untuk membangun suasana belajar yang ramah, memanusiakan mahasiswa, mengurangi bahkan menghilangkan perundungan.
Maka calon dokter spesialis mestinya mendapat perlakukan spesial, karena tanggung jawab yang akan diemban lebih berat. Bila calon spesialis berhenti di tengah jalan akan menjadikan mereka turun harga dirinya. Dengan tanpa upaya mmenjadikan semuanya dianggap mudah, namun perlu dibangun sistem yang mudah dipahami, mudah dipraktekkan dan mudah diawasi, dievaluasi dan dilaporkan. Sehingga semua tahapan sudah jela alur dan waktunya serta efek yang didapatkan, sehingga semua pihak (termasuk dosen dan mahasiswa) bisa mengontrol semua sistem yang terlibat dan bisa mengingatkan untuk kembali ke jalur yang tepat.
Para calon doketer spesialis juga manusia, mereka butuh kebahagiaan dan penghormatan, kemudahan menjadi dambaan setiap orang yang memiliki kewarasan nurani, hormati harkat kemanusiaannya, mereka calon sprsialis perlu mendapatkan perlakuan spesial yang positif, beri ruang untuk berdialok bukan menekankan doktrin dan ancaman, sehingga mereka dengan cepat dan gembira menyelesaikan studi, sehingga masyarakat turut bergembira dengan keadaan jiwa para spesialis
Menjadi Spesialis Harus Siap Menerima Perlakuan Spesial
Oleh : Hamim Thohari Majdia
Lumajang, 18 April 2024