Beberapa hari ini sedang musim manten (perkawinan atau pernikahan), termasuk di tempat kerja saya. Sehingga masyarakat berebut antrian untuk memperoleh layanan sesuai waktu yang diinginkan. Ada yang sudah tiga bulan inden waktu, juga ada yang baru daftar tetapi maunya memaksakan menentukan waktu semaunya sendiri, saya tetapkan waktu berdasarkan urutan pendaftarannya.
Masyarakat masih banyak yang meminta pertolongan pak modin, minta diantar untuk pendaftaran dan menjadi juru penunjuk ketika pelaksanaan. Alhasil, kasus seperti ini, saya harus menyertakan pak modin ketika akad nikah dilaksanakan.
Hari ini, tidak banyak pelaksanaan akad nikah, hanya ada lima peristiwa, namun waktunya berturut langsung mulai jam 08.00 WIB, jarak rumah satu manten dengan lainnya cukup jauh, sehingga perlu meringkas waktu pelksanaannya, selesai akad, saya langsung pamit.
Di desa petunjuk adanya hajatan sangat mudah, minimal ada terop, saya mengikuti petunjuk perjalanan pak modin, setelah melalui beberapa gang, didapatilah terop dari terpal yang diikatkan dengan pepohonan, di dalam rumah sudah sesak dipenuhi oleh ibu-ibu dan di teras ada beberapa bapak. Saya bersama pak modin disambut oleh seorang ibu lansia, dengan wajah hampa, "ya silakan, masuk, dari mana pak", tanya sang ibu.
"saya dari KUA bu, calon manten putra sudah datang ya?", jawab saya penuh harap. "maaf pak ini rumah duka", saut si ibu. tanpa banyak cakap langsung saya minta permisi kembali, dengan setengah malu dan lucu, kami kembali dengan menundukkan kepala.
Menghadiri Mantenan di Rumah Duka Malu dan Lucu
Oleh : Hamim Thohari Majdi
Lumajang, 23 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H