Lazim yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, pernikahan dilakukan oleh walinya, ayah, kakek saudara dan seterusnya yang sama-sama kita ketahui berjenis kelamin laki-laki.
Sehingga calon pengantin perempuan akan mencari garis keturunan dari ayahnya yang seayah dan seibu ataupun seayah saja, hingga ditemukan titik akhir, adakah wali yang masih berhak atau tidak ada. Ini menunjukkan betapa pentingya seorang wali dalam sebuah pernikahan (akad nikah).
Belum pernah terjadi pernikahan tanpa wali, baik wali yang megangkat dirinya sebagai wali atau wali yang memang berhak menjadi wali dan wali hakim., pun juga masyarakat atau para saksi akan meragukan pernikahan tanpa adanya wali.
Pembahasan dalam kitab Kifayatul Akhyar dalam Bab Nikah, setelah pengertian seputar nikah dan memandang wanita, maka giliran berikutnya adalah masalah akad nikah.
RUKUN AKAD NIKAH
Dalam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan bahwa pernikahan itu dianggap sah bila ada empat unsur yang hadir, pertama, wali, calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan dan dua orang saksi.
Maka keberadaan wali dalam pelaksanaan akad nikah menjadi penting dan harus ada, sebagai mana Rasulullah bersabda :
laa nikaaha illaa bi waliyyin wa syaahidai adlin artinya tidak sah pernikahan kedua dengan wali dan dua orang saksi yang adil"
Syarat sah menjadi wali menurut Syaikh Abu Sujjak ada enam, yaitu :
- Islam
- Baligh
- Sehat Akalnya
- Merdeka
- Laki-laki
- Adil
Dalam hukum munakahad (hukum pernikahan dalam Islam), wali haruslah beragama Islam, begitu pula dua orang saki. Maka bagi wali yang tidak beragama Islam tidaklah berhak menjadi wali.