Lihat ke Halaman Asli

Hamim Thohari Majdi

TERVERIFIKASI

Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

Pelanggaran Lalu Lintas yang Direncanakan dari Rumah

Diperbarui: 3 November 2022   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cerdas berlalu lintas adalah dambaan bagi penggunan jalan dan petugas ketertiban jalanan. Namun seluruhnya pengendara cerdas berlalu lintas, apa saja kira-kira penyebabnya.

Kemajuan bidang otomotif, membawa angin baru berupa kemudahan dan ketersediaan sarana transportasi yang memadahi, mobil pribadi sebagian besar masyarakat Indonesia telah memiliki, sedangkan motor hampir di setiap rumah sudah tersedia. dari harga yang mehong, harga pasaran, bahkan semakin ke sini munculnya kebangkitan mobil dan motor antik di era tahun 1970 hingga 1980. 

Semarak lalu lintas menjadi semakin padat, saring berebut jalan dan saling mendahului, entah karena alasan mengejar waktu ataupun untuk unjuk diri di jalanan. Dua hal yang penting dalam berkendara adalah dua hal, keberadaan kendaraan dan pengendaranya.

Beberapa kendaraan  yang dijagal, tinggal rangka dan mesinnya hampir seperti tengkorak, sebagian ada yang dimodif bodi, lampu juga knalpot. Dua hal terakhir  yang membuat tidak nyaman pengendara lain adalah keberadaan lampu yang diganti lebih terang, utamanya lampu rem belakang, maka membuat silau pengikutnya. Kedua, knalpot yang dimodif dengan menghasilkan suara lebih nyaring memekakkan telinga.

Kesadaran mempertahankan standar kelengkapan kendaraan tidak dipatuhi secara keseluruhan, mereka tidak merasa mengganggu orang lain, mereka tidak memedulikan kalau orang lain terganggu. Mereka tidak menyadari betapa silau dan mata menjadi blur ketika di depannya ada kendaraan lampu remnya menggunakan sejenis lampu halogen.

Mungkin telinga mereka merasa terdengar merdu, ketika menggunakan knalpot bronk, bahkan sering membleyer di beberapa tempat. Tidak lagi menghormati ketenangan orag lain. Untuk hal ini memang perlu ditakar kewarasan sosialnya.  Juga pihak yang berwenang sering kurang merespon ketika mereka melintas di didepannya.

Cerdas berlalu lintas sama halnya dengan etika berkendara yang sudah meluntur  adalah ketertiban di jalan dengan seenaknya menerobos kendaraan lain dari kiri dan dari ruang yang membahayakan. 

Bila diamati secara seksama, pelanggaran berkendara seperti tidak pakai helm, bonceng dua atau lebih dan ugal-ugalan sejatinya sudah diniati mulai sejak awal, ketika masih di rumah. Betapa mereka yang tidak mengenakan helm, sama sekali tidak ada helm di motornya, artinya dengan sengaja mereka tidak meghiraukan ketertiban berkendara.

Terlepas mereka memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) atau tidak, pelanggaran yang mereka lakukan jauh lebih berdampak tidak baik atau menggangu, dari pelanggaran karena tidak memiliki SIM. Seperti halnya kepemilikan ijazah dalam jenjang pendidikan tertentu tidak menjadi bersejajar dengan pemahaman, kompetensi dan kebijakasanaannya.

Berkaitan dengan SIM sebagai modal utama berkendara, harusnya diberikan kemudahan dalam upaya edukasi, bukan dalam bentuk tes. Seperti mengulang belajar mengemudi dan dalam bentuk pendampingan. Sama dengan soal ujian di sekolah lebih rumit dan membutuhkan nalar panjang yang tidak bisa diterapkan dalam menyelesaikan ujian hidup, maka ujian dalam praktek pengambilan SIM lebih ditekankan kepada kesadaran keselamatan berkendara dan dijalanan. 

Kesadaran akan keselamatan bersama dalam berkendara menjadi ruh yang paling penting, sehingga ujian SIM adalah sarana menyatukan tekat antara masyarakat sebagai pengguna jalan dan pihak yang berkepentingan untuk menertibkan jalan, yang memiliki kesamaan tujuan  yaitu aman dan nyaman di jalanan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline