Lihat ke Halaman Asli

Hamim Thohari Majdi

TERVERIFIKASI

Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

Jangan Biarkan Anak Corat-Coret di Dinding

Diperbarui: 28 Agustus 2022   21:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi anak mencoret-coret dinding dengan krayon. (sumber: SHUTTERSTOCK/ALEKSWOLFF via kompas.com)

Anak, masa penempaan dan pengisian pengetahuan serta membangun dasar karakter. Belum memiliki keberanian atau ketakutan sebagai motif melalukan sesuatu. 

Perilakunya berjalan alami merespon apa yang diketahui, misal di meja ada makanan, diambillah makanan yang diinginkan dan kadang membuang atau menyingkirkan. Tidak terpikir oleh anak, makanan siapa, untuk siapa dan lainnya.

Proses pencarian jati diri dan pengasahan potensi diri mulai tampak pada hal-hal tertentu yang dilakukan berulang-ulang. Sebagaimana orang dewasa menyalurkan bakat dan hobi dengan fokus melalukan satu hal yang membuatnya bahagia.

Beberapa rumah yang memiliki buah hati masa balita atau kanak-kanak, tampak di beberapa sudut atau di tempat umum (misal ruang tamu) bekas coretan tangan (jahil) anak. Penekanan kata jahil dan berada dalam kurung, sebagai penegasan dan penekanan, bahwa sebagjan besar orang tua tidak suka aktifitas tangan jahil anaknya.

Beberapa respon orang tua yang mendapati anak mencorat coret tembok rumah, ada yang membiarkan, sebagian lain memberi ruang khusus, ada juga yang langsung mengecat kembali tembok rumah agar kelihatan bersih dan kejelasan warna seperti warna tembok di bagian lain.

PERHATIKAN MOTIVASINYA

Ketika anak sedang corat-coret, wajib bagi orang tua untuk memperhatikan motifnya, adakah yang dilakukan sang buah hati memiliki makna tertentu. 

Apakah dia melakukannya dengan penuh penghayatan, sekadar corat coret tanpa wujud atau tak berbentuk yang bisa dipandang secara awam.

Pada kasus tertentu anak melakukan corat-coret di ruang publik (ruang tamu)  dengan tujuan ingin mendapatkan perhatian. 

Sebagai upaya menumpahkan kekesalan dan kedongkolan  yang tidak menemukan saluran pembuangan, hingga tersumbat, membusuk dan menyebar bau. Dengan lakunya anak ingin orang tua atau yang lainnya menunjukkan rasa empati memberi pertolongan atau berbelas kasih. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline