Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Dalam peraturan itu disebut bahwa kini, administrasi kependudukan menjadi semakin mudah. Tanpa pengantar dari RT, RW dan Desa/Kelurahan atau sebutan lainnya.
Yang disebut dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil dalam peraturan tersebut meliputi:
- Pembuatan, Perubahan KTP Elektronik
- Pembuatan, Perubahan KK
- Penerbitan Surat Keterangan Pindah WNI
- Pembuatan Akte Kelahiran
- Pembuatan Akte Kematian
Jika selama ini proses-proses tersebut dilakukan secara berjenjang dari RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dan berakhir di Dispendukcapil, maka saat ini dipangkas pemohon dapat langsung menuju kantor Dispendukcapil dengan syarat semua berkas pendukung terpenuhi. Contoh misalnya bagi yang ingin membuat KTP pemula, cukup datang dengan membawa KK asli.
Hal ini tentu saja menjadi kabar yang menggembirakan. Namun demikian, dari yang penulis dengar, hal ini menjadi kontroversi di tingkat bawah seperti pengurus RT, RW ataupun perangkat desa/kelurahan. Mereka berpendapat bahwa dengan memangkas aturan surat pengantar RT, maka filter menjadi hilang.
Sebagai contoh, jika seseorang tinggal di sebuah lingkungan RT dan tidak pernah bergaul dengan lingkungan setempat, bahkan tidak pernah menghadiri pertemuan RT, kerja bakti dan lain sebagainya, bisa dengan mudah membuat E KTP (misal saat KTP-nya hilang) dengan datang langsung ke Dispendukcapil, maka RT tidak bisa berbuat apa apa.
Padahal jika masih menggunakan surat pengantar, maka mau tidak mau, ia harus berkunjung ke rumah Ketua RT dan mengajukan permohonan surat pengantar. Melalui moment tersebut lah bisa terjalin silaturahmi, keakraban antara warga dengan ketua RT, dan kalaupun yang bersangkutan memiliki tanggungan iuran lingkungan / RT bisa ditagih saat itu juga dengan harapan selanjutnya yang bersangkutan bisa hidup bermasyarakat dengan lebih baik.
Contoh kedua yaitu jika seseorang memiliki alamat KK dan KTP yang mana alamat tersebut kini sudah tidak valid. Yang bersangkutan pindah domisili tanpa mengurus surat pindah, tetapi alamatnya masih menggunakan alamat lama.
Suatu saat, keluarga tersebut punya anak dan harus memohon akte kelahiran anaknya. Dengan mengacu pada Perpres ini, maka ia bisa langsung datang ke Dispendukcapil dengan membawa KK, KTP orang tua, surat nikah, dan surat keterangan lahir dari rumah sakit / dokter dan jadilah Akte Kelahiran dan KK baru yang mencantumkan anaknya yang baru lahir, dengan alamat lama.
Sementara, jika melalui surat pengantar RT, maka yang bersangkutan mau tidak mau harus sowan ke ketua RT sesuai alamatnya dan sangat mungkin disarankan untuk mengurus pindah alamat, baru kemudian mengurus akte kelahiran sesuai alamat yang terbaru.
Contoh ketiga, seseorang mengajukan pindah alamat. Dengan Perpres terbaru ini, yang bersangkutan cukup datang ke Dispendukcapil asal dengan membawa KK, dan KTP el, dan terbitlah surat keterangan pindah WNI (SKPWNI). Surat tersebut selanjutnya dibawa ke Dispendukcapil tujuan dan taraaa.
Jadilah KK baru dan KTP el baru. Jika prosedur lama, maka berlaku sebagai berikut : setelah mendapat SKPWNI dari Dispendukcapil asal, pemohon harus datang ke ketua RT tempat tujuan untuk menyampaikan salinan surat pindah dan jika secara orang jawa bisa disebut dengan istilah 'kulonuwun' karena menjadi warga baru. Sekaligus kenalan tentunya.