Lihat ke Halaman Asli

Hamid Amren

seorang pembelajar yang suka menulis

Ngepret Pariwisata Nasional

Diperbarui: 15 September 2015   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kayaknya istilah ngepret atau kepret asyik juga tuh. Sepertinya tidak hanya mengandung arti suatu tindakan yang keras dan tegas terhadap sesuatu yang menyimpang atau tidak benar. Tapi juga bermakna positif merubah paradigma berpikir , kesadaran bersama ke hal yang lebih baik. Sehari yang lalu saya menulis disini tentang Kepret Sang Rajawali Rizal Ramli. Boleh  jadi tidak berlebihan karena bang Rizal lah yang mempopulerkan kata kepret atau ngepret ini.

Hari ini kita bicara tentang “ngepret pariwisata nasional”. Saya ingin memaknai ngepret disini sebagai suatu tindakan membangun kesadaran bersama. Ayo ngepret kesadaran kita. Pernahkah anda mendengar Pok Darwis, bukan Pak Darwis ya. Saya yakin hanya sebagian kecil yang pernah mengetahui atau mendengar Pok Darwis. Kelompok (hanya kelompok) sadar wisata. Kelompok ini dibina oleh pihak-pihak terkait dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam memajukan atau berperan aktif dibidang kepariwisataan. Tujuannya masyarakat mendapat benefit simbiosis mutualis dari kegiatan kepariwisataan.

Sejauhmana peran Pokdarwis, ini yang jadi masalah. Sayup-sayup terdengar bagai ada dan tiada. Kiprahnya jarang dibicarakan, kurang terdengar. Tapi ya sudah, ini hanya urusan kelompok, biarlah ketua kelompok yang mengurusnya. Kita ingin ngepret kesadaran bersama yang seharusnya menjadi kesadaran nasional. Menjadi gerakan bersama membangun kultur, kebiasaan dan tradisi keseharian yang menjadi daya tarik dan menarik bagi banyak orang.

Membangun kesadaran wisata penting bagi seluruh masyarakat. Karena memang hampir semua pihak besentuhan dan berkepentingan dengan urusan kepariwisataan. Tahukah kalau kegiatan kepariwisataan mempunyai direct impac (berpengaruh langsung) bagi pelaku usaha dan kesejahteraan masyarakat. Berbeda dengan investasi dibidang lain yang mempunyai  grace period untuk memperoleh impac. Misalnya jika ada satu orang wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi wisata, maka pada saai itu juga akan memberikan benefit kepada pelaku usaha dibidang jasa travel/rental taksi, jasa perhotelan/penginapan, restaurant/warung makan dan juga pelaku usaha souvenir. Bayangkan jika yang datang 10 orang, 100 orang, 1000 orang atau jutaan wisatawan yang datang, dampaknya tentu luar biasa.

Lantas kesadaran apa yang harus dibangun. Ngepret kesadaran dibidang kepariwisataan, sesungguhnya harus memenuhi tiga prasyarat utama. Untuk memungkinkan kunjungan wisata maka yang pertama suatu daerah destinasi wisata harus aman. Aman dalam arti luas, tidak ada peperangan, tidak ada keruruhan, tidak ada perampokan, termasuk masyarakatnya jujur, ramah dan menyenangkan. Kedua  mudah diakses dengan berbagai moda transportasi, bila perlu juga murah. Ketiga tersedia akomodasi. Tidak mungkin wisatawan tidur disembarang tempat atau ditempat yang tidak layak. Inilah tiga prasyarat utama yang harus terpenuhi jika ingin mengembangkan pariwisata.

Setelah itu baru bicara tentang objek-objek wisata yang dimiliki. Hal ini pasti berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Tak perlu berkecil hati. Karena bagi wisatawan yang telah memutuskan berkunjung ke suatu daerah paling tidak dia telah mempunyai informasi awal tentang daerah yang dituju. Wisatawan tidak selamanya mencari pantai yang indah, taman bawah laut yang memukai, atau suatu kota  metropolis yang serba mewah. Karena hal demikian bisa saja ditemukan ditempat lain diberbagai belahan dunia.

Tak jarang bagi wisatawan selain objek wisata konvensional tadi, kadang juga lebih menarik dengan kultur, tradisi keseharian masyarakat disuatu daerah. Indonesia yang dikaruniai beragam suku, bahasa dan adat istiadat merupakan potensi pariwisata yang paling menakjubkan. Tinggal bagaimana dikelola dan dibangun kesadaran semua masyarakat akan manfaat dari kegiatan kepariwisataan. Sapta pseona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah dan kenangan) yang menjadi pegangan insan pariwisata wajib ditularkan kepada seluruh masyarakat.

Demikian juga peran media, khususnya media elektronik, penting dalam menyebarkan berita positif negeri ini kebelahan dunia lain. Bagaimana jika berita dimedia saban hari tentang kerusuhan, keributan dan berbagai tindak kejahatan yang ditayang  ulang-ulang tentu dapat memberikan citra negatif bagi kemajuan pariwisata.

Ngepret kesadaran pariwisata nasional penting dilakukan, segera dan mendesak. Multiplier effect econominya meluas. Apalagi dalam kondisi kurs dollar menguat seyugianya wisatawan asing diuntungkan berpegian ke Indonesia. Berkah ini harus dijadikan momentum “krisis membawa manfaat” dalam upaya pertumbuhan ekonomi Indonesia.(***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline