Lihat ke Halaman Asli

Koperasi Banyak yang Gulung Tikar

Diperbarui: 14 Juli 2017   06:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi dari wartabromo.com

Memperingati hari koperasi nasional yang jatuh hari rabu kemarin, saya cukup sedih tentang banyaknya koperasi yang gulung tikar. khususnya koperasi simpan pinjam yang akhirnya berbuntut panjang karena banyak uang nasabah yang disimpan tak bisa dikembalikan oleh pihak koperasi. Sungguh aneh jika koperasi yang berazas kemandirian dan gotong royong ini malah bangkrut layaknya lembaga investasi keuangan abal-abal.

Beberapa hal di bawah ini menurut saya yang membuat koperasi bangkrut atau gulung tikar;

Pertama, Dana utama dari utang bank. Sudah banyak koperasi yang melakukan praktek ini, agar modal banyak mereka tak sungkan untuk pinjam dana ke bank, efeknya jelas bank tetaplah bank. Bank juga memberikan bunga yang harus dibayar oleh koperasi, walaupun secara persenan kecil, namun jika dikalkulasikan beberapa bulan akan terus membengkak. Apalagi jika uang modal tadi mandek di koperasi karena tak ada masyarakat yang pinjam uang. Akhirnya pengurus koperasi menawarkan pinjaman ke siapapun tanpa pandang bulu dan persyaratan yang mudah. Hasilnya jelas banyak kredit macet yang membuat koperasi semakin tersudut dan bangkrut.

Kedua, Tak layani simpan hanya pinjaman. Hal ini efek domino dari alasan yang pertama, karena koperasi memiliki modal uang yang besar hasil pinjaman bank jadi tak perlu ada iuran anggota. Efeknya anggota tak merasa memiliki koperasi, jiwa gotong royong hilang. Koperasi pada akhirnya mirip dengan bank perkreditan rakyat. Saat koperasi kolaps, tak ada satupun anggota yang mau menolong, toh dari awal juga tak ada hubungan yang baik.

Ketiga, Serasa milik pribadi. Hal ini yang bahaya namun terjadi dimana-mana. Banyak koperasi yang dimiliki oleh beberapa orang saja, jadi koperasi sudah seperti badan usaha milih orang tersebut. Bahkan bisa jadi susunan pengurus koperasi kebanyakan dari sanak keluarga si pemimpin koperasi. Efeknya jelas keputusan sangat terpusat dan anggota tak akan punya suara untuk memperbaiki koperasi.

Keempat, Peraturan hanya simbolis. Misal yang pernah saya lihat sendiri ada koperasi yang mengangkat dewan penasehat atau pengurus harian dari unsur keluarga pengurus yang awam dengan masalah koperasi. Jelas efeknya dia hanya menjadi dewan penasehat abal-abal hanya untuk mengisi struktur pengurus sesuai peraturan koperasi. Ada juga lo yang rapat tahunan tidak rutin, baru setelah ada sidak dari Kemenkop ada rapat tahunannya, itupun seadanya dengan berbagai alasan.

Kelima, Pengawasan dari Anggota minim. Banyak koperasi yang tak transparan masalah keuangan, banyak juga anggota koperasi yang masa bodo masalah laporan ini. karena sudah sama-sama cocok akhirnya laporan keuangan dibuat apa adanya dan sangat riskan terjadi kecurangan atau kebocoran anggaran. Bisa saja uang koperasi dibuat usaha atau dihutang oleh pengurusnya tanpa ada prosedur yang jelas. Plus rasa memiliki koperasi yang sudah pudar dari para anggotanya, bagi mereka yang penting pembagian SHU lancar setiap tahun.

Itulah beberapa kelemahan koperasi yang jamak terjadi. Kemenkop perlu tenaga ekstra untuk mengawasi dan membimbing seluruh koperasi yang jumlahnya sangat banyak, dan banyak juga yang belum punya izin resmi sehingga rawan adanya penipuan. Semoga koperasi bisa lebih baik lagi dan mengangkat ekonomi masyarakat negeri ini. amin...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline