Lihat ke Halaman Asli

Wadidaw

Seorang yang peduli akan kisah

1999-Kisah Anak STM (Part 1-2)

Diperbarui: 27 Juli 2020   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Part 1 : Balada Gerombolan

 Gue terus tatap gedung itu sambil kagum, bertingkat empat, bercat putih  dan beratap seng biru macam kombinasi seragam SMP, suka dan bangga jadi  bagian gedung bangsat itu. Sudah lewat seminggu setelah masa orientasi  yang membosankan, wajib berseragam putih biru oleh senior-senior culun  sok galak, OSIS katanya plus Rohis. Keculunan mereka berbanding terbalik  dengan ratusan muka bangsat yang siap meludahi, tak takut berdarah  pastinya. Sejak saat itu kami mendeklarasikan gerakan Anti OSIS, yang  tentunya didukung beberapa guru kami nantinya...aneh, ya itu fakta,  karena OSIS tempat pecundang ternyata...haks.

 Senin itu awal masuk sekolah berseragam putih abu, sambil kulirik  sesuatu dan ternyata masih ada, plang yang tersembunyi oleh tanaman  pagar tinggi disana tertulis STM Negeri 600 Jakarta, selebihnya tidak  nampak karena tersembunyi kebawah. Entah mengapa tidak menampilkan utuh,  nantinya gue akan tau sendiri. Sejatinya, sekolah negeri gak perlu  gembar gembor promosi karena murid-murid akan datang dan berlomba untuk  masuk. Gak semua bisa masuk karena ada serangkaian test dan zonasi, bagi  orang tua yang domisili di luar Jakarta, sampe muntah gak bakal bisa  masuk, ya, kecuali gue.

Sssrrrtttt.....

 Tiba- tiba lamunan terhenti, gue liat asal suara itu dan ternyata bunyi  gerbang pagar sekolah yang ditutup oleh satpam berkumis baplang. Pagar  sepundak itu tertutup dan tergembok, masih mudah untuk melompat karena  hanya terdiri dari susunan batangan besi yang berjejer layaknya pagar.

 "Ah, si bgst! Hari pertama masuk malah sudah digembok," gumam gue.

 Cerminan murid teladan sirna seketika, terdengar jelas suara riuh  upacara bendera yang berasal dari lapangan dalam gedung dan gue hanya  diam diluar pagar. Momen awal yang buruk.

 "Ajg, ditutup!," suara beberapa murid yang gak gue kenal membuat menoleh sedikit.

 Gerombolan itu baru turun dari angkot biru yang membawanya disusul  bergelombang lagi yang datang, gue belum tau asal mereka yang pasti itu  seniorbdan beberapa gue kenal muka pas orientasi. Gue perhatikan,  seragam putihnya lusuh, logo OSIS pudar, celana yang bolong dan sedikit  sobek, baju yang tak masuk celana, sepatu ala kadar dan segulung buku  tulis di kantong belakang celana. Yang lain mirip dan serupa dandanan,  hanya satu dua yang membawa tas besar berselempang dengan bendera merah  putih sebagai logo. Gue pertajam tulisan di bawa logo merah putih,  tulisannya Jemaah Haji Republik Indonesia, ah bvst!.

 Seragam gue pastinya putih kinclong, jelas saja karena baju baru.  Sesekali gue pandang ikat pinggang yang menyembul, membuat baju rapih  masuk ke celana abu. Tatapan gerombolan murid sekali mampir, mau kenalan  mungkin. Asap putih kelabu mulai membumbung diantara mereka, asik  merokok rupanya. Rambut mereka acak-acakan dan beberapa model belah  tengah menyentuh ujung telinga. Nampak pula yang gondrong rapih hingga  ke bahu sambil mengepul asap, ah perempuan ternyata, kenapa pula ada,  sambil gue berdiri sendiri menyulut rokok ketengan yang baru beli.

 "Ayo masuk," satpam baplang berteriak keras sambil mendorong gerbang. Rupanya upacara telah selesai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline