Lihat ke Halaman Asli

Hamdanul Fain

Antropologi dan Biologi

Puisi | Orang-orang Terbuang

Diperbarui: 22 Juni 2019   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

surabaya.tribunnews.com

Otak itu sudah kendor karena beberapa bautnya berkarat, ada satu dua yang lepas entah dimana terjatuh

Lantas, pikiran itu sudah terengah-engah ketika berputar, suara gemeletuk seringkali meleduk membuat telinga pekak

Boleh jadi perasaan di dalamnya sudah seperti kelapa busuk yang tidak pernah terurus, kosong, bau, ditumbuhi jamur dan bakteri

Taat aturan jadi lelucon yang boleh jadi kau lempari dengan koin receh karena dianggap murahan, hina dan jalang

Sumpal saja mata juling itu dengan kotoran yang keluar dari mulut-mulut berisik penuh duri dan api itu
Supaya kenyang dan kaupun tertidur malas

Dulu, hanya pengemis yang meronta meminta belas kasih berhobi caci maki
Dan kini, tampil gagah, galak dengan seragam kenegarawanan, lemah gemulai di corong televisi dan koran-koran, padahal ketika berbalik badanmu, gigimu bertaring beringas menggusur setiap sorak yang menelanjangi borok majikan yang kau jilat bak es krim di gurun sahara

Orang-orang terbuang yang dulu menahan tangis, kini menjelma gendruwo bermulut manis, menangis tuk mengais simpati perut-perut keroncongan di tengah lumbung padi

Orang-orang terbuang yang saat ini memegang kunci istana, dengan mati-matian menggembok jendela dan pintu keraton supaya mahkota tak dicuri oleh raja yang adil dari kalangan jelata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline