Kegiatan PPDB telah berlalu dan menyisakan dilema bagi banyak SMA swasta khususnya di kabupaten bekasi, sejak bergulirnya permendikbud nomor 14 tahun 2018 yang ditetapkan pada tanggal 2 mei 2018 mekanisme penyerapan siswa dalam kegiatan PPDB ini diatur dengan paling tidak mengutamakan zonasi atau wilayah dimana sekolah itu berada, sistem zonasi sendiri merupakan sistem penyerapan calon peserta didik diwilayah terdekat sekolah tersebut.
Pada pasal 16 dalam permendikbud nomor 14 tahun 2018 dituliskan bahwa "Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima," jadi 90% siswa harus berasal dari daerah terdekat sekolah tersebut.
Dalam PPDB Jabar sendiri setidak-tidaknya ada 5 jalur pendaftaran peserta didik baru diantaranya : 1. Keluarga Ekonomi Tidak Mampu, 2. Penghargaan Maslahat Guru, 3. Anak Berkebutuhan Khusus, 4. Warga Penduduk Setempat dan 5. Nilai hasil Ujian Nasional. Kebijakan ini digulirkan pemerintah dengan tujuan agar tidak ada lagi label-label sekolah favorit yang menumpuk siswa dari manapun dengan harapan bahwa setiap sekolah menjadi favorit atau menjadi sekolah yang utama bagi daerahnya masing-masing.
Disisi lain, faktor lain memberikan dampak tersendiri bagi persekolahan SMA swasta dikabupaten bekasi, sebagai contoh dikecamatan tambun selatan sendiri sudah terdapat 7 sekolah Negeri yang di tambah 2 sekolah negeri pada tahun pelajaran 2018-2019 ini, tidak tanggung-tanggung jarak dua sekolah negeri tersebut tidak dihitung kilometer tetapi berada didalam satu perumahan, semakin mematikan eksistensi persekolahan swasta.
Sementara persekolahan swasta harus bergerilya mencari siswa karna tidak ada keberpihakan pemerintah untuk mendapatkan jumlah siswa yang stabil, maka banyak guru-guru bahkan sekolah swasta yang terancam gulung tikar karna tidak mendapatkan jumlah siswa yang diharapkan.
Penulis yakin profesionalisme guru juga diukur dari beban pelayanannya, semakin besar jumlah rasio siswa dibandingkan guru dan tenaga pendidiknya berbanding lurus dengan kecil kualitas layanan profesionalnya yang manfaat, sementara untuk sekolah negeri pemerintah tidak pernah membahas tuntas penyerapan guru tetap/CPNS, dan honorer merupakan kebijakan yang menggantung karir guru, menjadi tulang punggung tetapi kebijakan profesionalismenya tidak dapat disetarakan dengan keberadaan guru tetap.
Seharusnya pemerintah menguatkan peran sekolah-sekolah swasta, merangkulnya untuk menjadi mitra dalam membangun pendidikan, keberpihakan bukan hanya kepada sekolah negeri, karna ternyata kurikulum yang digunakan dan ditelaah adalah sama.
Penutup, walaupun masih terdapat kekurangan dalam pelayanan, kalau saja sistem pelayanan BPJS Kesehatan dapat menghidupkan dan menguatkan peran klinik dan rumah sakit swasta termasuk membuka luas lapangan pekerjaan ahli kesehatan, maka tidak menutup kemungkinan pemerintah juga dapat menggunakan cara yang sama untuk menghidupkan persekolahan swasta, sehingga banyak menyerap tenaga pendidik baru dengan akses yang sama untuk menjadi profesional dan meratakan pelayanan pendidikan dengan tidak membedakan swasta dan negeri, favorit maupun yang tidak. Salam.
Silahkan share jika bermanfaat.
Essay ditulis oleh : Hamdan Rifay, M.Pd.
(Guru SMA PGRI Tambun Selatan)