Lihat ke Halaman Asli

Fathul Hamdani

Pembelajar

Mengenal Penerapan Konsep Non-conviction Bassed dalam Praktik Asset Recovery TPPU Berdasarkan Sistem Hukum di Indonesia

Diperbarui: 8 Juni 2020   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Aset

Oleh: Fathul Hamdani & Baiq Dias Ralfianty Oktasabgian

Kemajuan teknologi telah memberikan dampak yang signifikan dalam perkembangan kehidupan manusia di segala bidang, termasuk bidak ekonomi. Hal tersebut bisa kita lihat salah satu nya melalui terintegrasinya sistem keuangan, salah satunya dalam praktek sistem perbankan yang menawarkan konsep penyaaluran dana dengan mudah dan singkat. Sebagai contoh, kini kita bisa menyalurkan dana melalui internet banking dan electronic fund transfer yang telah membantu mempermudah nasabah perbankan mentransfer dananya dari rekening di satu bank ke bank lain di seluruh dunia. 

Berkaitan dengan perkembangan ini tentu saja tidak hanya dampak positif saja yang kita terima, dampak negatif pun kita rasakan dikakarenakan melalui sistem keuangan inilah para pelaku kejahatan akan mengupayakan suatu tindakan agar uang yang diperoleh dari kejahatan tersebut di atas masuk ke dalam sistem keuangan (financial system) atau ke dalam sistem perbankan (banking system) dengan mudahnya. Hal ini tentu saja bertujuan agar uang (harta) yang diperoleh dari hasil kejahatan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh penegak hukum.

Upaya untuk menyembunyikan uang/harta hasil kejahatan atau tindak pidana tentu saja menjadi suatu keharusan bagi para pelaku, sehingga kemudian muncul istilah pencucian uang (money laundry) untuk aktivitas tersebut. Hal ini mengharuskan adanya suatu pengaturan khusu mengenai kejahatan ini, di Indonesia pemberantasan pencucian uang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 

Undang-Undang 8 Tahun 2010 tersebut menggantikan undang-undang sebelumnya yang mengatur pencucian uang yaitu, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2003. Perubahan yang terus menerus terjadi tidak serta merta menjadikan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang kian surut, justru pada tahun 2018 mencapai angka 7,96 trilliun (https://economy.okezone.com/read/2019/02/26/20/2022893/ppatk-beberkan-tindak-pidana-pencucian-uang-sepanjang-2018). 

Masih tingginya angka kasus TPPU memunculkan gagasan untuk menerapkan suatu konsep hukum baru yang digaungkan oleh United Nations Convention Against Corruption atau Konvensi PBB semenjak tahun 2003 yakni suatu konsep hukum Perampasan aset tanpa pemidanaan (Non-conviction based asset forfeiture) yang selanjutnya disebut NCB yang merupakan mekanisme hukum di mana aset milik negara yang telah diambil oleh pelaku kejahatan dimungkinkan untuk dirampas kembali, dalam hal ini salah satu tujuan dari konsep tersebut adalah untuk mengembalikan kerugian negara (Asset Recovery) dari kasus Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut.

Isu NBC bukan merupakan isu baru di Indonesia, sudah sejak lama Indonesia ingin menerapkan konsep hukum ini, dimana sejatinya konsep ini berawal dari negara dengan sistem hukum common law seperti Amerika. Namun di Indonesia sendiri Peraturan perundang-undangan yang mengatur TPPU belum memberikan dasar hukum yang kuat bagi penyitaaan dan perampasan aset hasil kejahatan. 

Selain itu terkait kesiapan khususnya di Indonesia sendiri untuk menjalankan praktek NCB dalam praktek Asset recovery dalam TPPU belum mumpuni, kekhawatiran akan terjadinya kerancuan dalam penegakan hukum terkait terlanggarnya hak-hak tersangka, dan aspek-aspek lain dalam hukum acara pidana menjadi persoalan yang bisa saja timbul kemudian hari.
Sementara keberadaan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur TPPU belum memberikan dasar hukum yang kuat bagi penyitaaan dan perampasan aset hasil kejahatan. 

Di Indonesia, beberapa ketentuan pidana sudah mengatur mengenai kemungkinan untuk menyita dan merampas hasil dari suatu tindak pidana (Raida L. Tobing, Sh, Apu, 2009). Namun berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, perampasan hanya dapat dilaksanakan setelah pelaku tindak pidana terbukti di pengadilan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Hal ini secara jelas merupakan bagian dari penerapan asas pembuktian terbalik, yang jika NBC akan tetap dilakukan berdsarkan ketentuan dalam UU No. 8 tahun 2010 maka akan terjadi kerancuan mengenai masalah pembuktian tindak pidana asal dalam kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang.

Tinjauan Berdasarkan Sistem Hukum Pidana di Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline