Lihat ke Halaman Asli

Zainul Majdi, Tuan Guru, Mahasiswa, Sekaligus Gubernur

Diperbarui: 30 Januari 2016   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="[caption caption="Dok. Dari Syahroni | Tuan Guru Bajang Zainul Majdi bersama Tuan Guru Haji Yusuf Makmun"]"][/caption]

Pada malam tahun baru 2016 lalu, terlintas dalam benak bahwa inilah moment yang tepat untuk men-share tokoh inspiratif yang saya idolakan sejak menempuh studi setingkat SMA sampai saat ini. Dialah Zainul Majdi, seorang Tuan Guru, mahasiswa S3 di al-Azhar dan sekaligus menjabat sebagai gubernur NTB selama dua periode, dari tahun 2008-2013 dan dari 2013-2018. Karena keberhasilan beliau memimpin NTB selama periode pertama telah terbukti dan dirasakan oleh masyarakat, sehingga pada pemilihan selanjutnya ia kembali mendapat kepercayaan masyarakat untuk memimpin NTB untuk yang kedua kalinya. Disaat bersamaan, sang gubernur juga sedang menempuh studi di al-Azhar Kairo, menyelesaikan disertasinya pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.

Sebagai warga Lombok sekaligus sebagai santri di Pondok Pesantren Nahdhatul Wathan, tentu saya sangat bangga memiliki sosok pemimpin dan Tuan Guru yang masih Bajang (muda) ini. Kami bangga karena gubernur kami mendapat penghargaan “Bintang Maha Putra Utama dari Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono pada Senin 13 Agustus 2012”.

Selain menjadi gubernur dia juga menjadi mahasiswa loh. Kekaguman saya semakin bertambah ketika beliau memperoleh martabat al-syaraf al-ula atau Summa Cum Laude pada tanggal 8 Januari 2011, atas disertasinya setebal 1000 halaman yang berjudul “Studi dan Analisis terhadap Manuskrip Kitab Tafsir Ibnu Kamal Basya dari Awal Surat An-Nahl sampai Akhir Surat Ash-Shaffat".

[caption caption="[caption caption="Dok. Video Dokumentasi Sidang Disertasi Zainul Majdi | Suasana Saat Sidang"]"]

[/caption]

Guru besar al-Azhar, Profesor Abdul Hayyi Husein al-Farmawi setelah selesai menguji disertasi Zainul Majdi, ia menyatakan biasanya disertasi doktoral hanya mengkaji satu surat saja, tapi Zainul majdi mengkaji 11 surat dan sebenarnya dia berhak memperoleh 11 gelar doktor. Seingat saya, pada HULTAH NWDI ke-76, sang Profesor yang sudah lanjut usia ini juga  menyempatkan diri berkunjung ke Pondok Pesantren yang dipimpin oleh murid terbaiknya ini, di Pancor, Lombok Timur.

[caption caption="[caption caption="Dok. Video Dokumentasi Sidang Disertasi Zainul Majdi | Zainul Majdi Sebelah Kiri dan Prof. Abdul Hay al-Farmawi Sebelah Kanan"]"]

[/caption]

Sang gubernur, Zainul Majdi menjadi inspirasi bagi kami. Menjadi mahasiswa harus benar-benar menjalankan tugas sebagai mahasiswa, menjadi gubernur harus benar-benar menjadi gubernur, jangan setengah-setengah. Dan lebih hebat lagi kalau mampu menggabungkan dan sukses menjalankan kedua-duanya, apalagi sampai berhasil menjadi yang terbaik dalam kedua-duanya.

Berkat kepemimpinannya, daerah NTB meraih banyak penghargaan dari pemerintah sejak 2008 hingga saat ini. Diantaranya Pemerintah Provinsi NTB berhasil meraih dua penghargaan sebagai provinsi terbaik dalam pencapaian sasaran MDGs (Millennium Development Goals) tahun 2015 dan berbagai prestasi lainnya. Dino Patti Djalal pun menggolongkannya sebagai tokoh reformis muda. Saya kira cukuplah penghargaan dari pemerintah dan penghargaan dari masyarakat yang berbicara tentang tokoh muda inspiratifku ini. Penghargaan dan pengakuan tersebut lebih fasih bercerita diaripada tulisan saya yang masih pemula ini.

Berkaitan dengan relasi beliau dengan masyarakat, apakah TGB peduli dengan kemanusiaan dan pendidikan, hal ini tidak perlu diragukan lagi, karena kami sebagai warga Lombok telah merasakan buktinya, karena itu kami memilihnya untuk yang kedua kalinya. Beliau adalah sosok yang digelari dengan Tuan Guru Bajang, yang dalam tradisi masyarakat Lombok merupakan istilah yang agak sakral. Biasanya disematkan pada orang-orang yang memiliki keilmuan mendalam tentang agama serta memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi. Orang yang digelari dengan “Tuan Guru” menjadi panutan dalam masyarakat. Karena dia masih muda maka dia digelari dengan istilah Bajang yang berarti “Muda”, kemudian disingkat menjadi TGB.

Gelar “Tuan Guru” bukanlah gelar akademis yang diraih melalui pendidikan formal melainkan gelar yang diijazahkan langsung oleh masyarakat sendiri (pengakuan masyarakat). Pernah kakek TGB yaitu Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid bersyair “Ijazah termulia ijazah masyarakat...”. Jadi tidak perlu saya sebutkan apakah TGB ini blusukan seperti Jokowi atau tidak, apakah ia peduli terhadap kemanusiaan atau tidak, sudah jelas bahwa seorang Tuan Guru dalam tradisi suku sasak adalah orangnya masyarakat, tokohnya masyarakat, tetua masyarakat, panutan masyarakat dan pemimpin masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline