Lihat ke Halaman Asli

Hamdali Anton

TERVERIFIKASI

English Teacher

Singkat Cerita

Diperbarui: 17 Oktober 2024   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (dok. Shutterstock/TimeImage Production via kompas.com)

Terkadang memakai istilah yang "terlihat" umum seperti mengenakan topeng yang sebenarnya tidak seperti yang dikatakan.

Seperti yang terlihat pada pengalaman saya di hari Selasa, 17 September 2024. Pada malam itu, R, salah seorang anggota di ibadah keluarga, seorang perempuan yang sudah tak terbilang muda, menyampaikan kesaksian tentang dirinya yang mendapat pekerjaan setelah ada sebulan dia menganggur setelah di-PHK.

Apakah salah kalau R bersaksi?

Tentu saja tidak ada yang salah dengan R. Malah bagus. Sudah seharusnya begitu. Bisa menjadi inspirasi bagi siapa pun yang mendengarnya bahwa usia tidak bisa menjadi penghalang untuk menggapai kesuksesan.

Sayangnya, ada "sesuatu" yang mengganggu di telinga saya. Entah bagaimana dengan anggota-anggota yang lain. Yang jelas, dua kata yang terlontar dari mulut R sangatlah mengganggu pendengaran saya dan "menggelitik" jari-jari tangan saya untuk menulis artikel ini, karena sebenarnya, bukan hanya R saja yang sangat "doyan" menggunakan dua kata ini dalam keseharian, tapi kebanyakan orang yang saya kenal menggunakan dua kata ini, khususnya saat menyampaikan pesan lisan di depan khalayak ramai, entah itu di momen upacara pengibaran bendera setiap hari Senin, waktu memberikan sambutan, atau seperti R, ketika memberikan kesaksian dalam ibadah.

Ya. "Singkat cerita" menjadi dua kata favorit yang menggambarkan bahwa sang pembicara ingin mempercepat proses penceritaan, namun kalau diucapkan berulang-ulang, sampai tiga atau empat kali dikumandangkan, tentu saja menjadi sesuatu yang aneh. Apakah memang cerita tersebut terlalu panjang sehingga harus menggunakan "singkat cerita" sampai lebih dari sekali?

Alasan bablas dalam "bercerita"

R dan beberapa teman melakukan secara lisan. Memang secara pribadi, saya pun terkadang ingin mempersingkat penyampaian saat berbicara di depan banyak orang, khususnya kalau mengutarakan cerita. Tapi kalau menggunakan "singkat cerita" berkali-kali, lebih dari dua kali, menurut saya, sangatlah kurang tepat dalam "memotong" cerita.

Dalam pengamatan, saya melihat kesan-kesan dari berbagai orang ini, khususnya saat bablas menceritakan "panjang kali lebar kali tinggi" sehingga terkesan membosankan dan pamer.

Apa saja yang menjadi sebab bablasnya cerita sehingga "singkat cerita" bertebaran di mana-mana?

Saya menarik 3 (tiga) alasan mengapa mereka sampai bablas dalam bercerita, sehingga "singkat cerita" bertaburan di beberapa bagian.

Pertama, Kecenderungan akan keinginan didengarkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline