"Dibentuk, bukan dilahirkan."
Saya lupa, entah dari sumber apa saya memperoleh kata-kata diatas. Yang jelas, kalau menyangkut kemampuan, keterampilan, kecintaan akan sesuatu hal, tidak akan timbul dengan sendirinya atau bawaan sejak lahir, tapi karena bentukan, didikan, baik dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan.
Misalnya kebiasaan makan sayur. Apabila tidak menjalani disiplin makan sayur setiap hari, anak tidak akan suka makan sayur, seperti yang oleh seorang kenalan, sebut saja Irma, yang mengikuti penolakan anaknya, Ronald (nama samaran), untuk tidak makan sayur. Akibatnya sampai Ronald berstatus pelajar kelas X SMA, dia tidak suka makan sayur.
"Coba dulu aku biasakan dia makan sayur, pasti tidak jadi seperti ini," sesal Irma.
Yah, penyesalan datang belakangan. Kalau muncul di awal, namanya pendaftaran.
Mencintai buku, atau lebih tepatnya mencintai aktivitas membaca buku sudah ditanamkan oleh ayah dan ibu saya sejak usia dini. Bukan dengan paksaan. Tidak dengan perkataan. Didikan "senyap" yang mereka jalankan.
Ayah dan ibu suka membaca. Meskipun pendidikan mereka hanya sampai lulus SMP, namun menurut saya, kesukaan mereka dalam membaca buku dan media cetak tidak kalah dengan lulusan perguruan tinggi.
Ayah menyediakan banyak rak buku, lalu mengisi dengan berbagai macam buku dan majalah. Ada yang berbahasa Inggris, ada juga yang berbahasa Indonesia.
"Engkong, ayahnya ayah dulu sering mendapat buku-buku bahasa Inggris dari kenalan-kenalannya yang baru pulang dari luar negeri," kata ibu.
Secapek apa pun, sepulang kerja, ayah tetap menyediakan waktu untuk membaca, baik itu membaca buku, surat kabar atau majalah.
Ibu juga demikian. Tidak mudah mengurus dan membesarkan tujuh anak sekaligus dalam kurun waktu 24 Jam dalam sehari, tujuh hari dalam seminggu. Namun kelelahan tidak membuat ibu malas membaca. Ibu membaca secara rutin, khususnya di malam hari sebelum tidur.