Lihat ke Halaman Asli

Hamdali Anton

TERVERIFIKASI

English Teacher

Seandainya Saya Tidak Mengenal Gitar...

Diperbarui: 20 April 2020   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gitar Andalan | Hamdali Anton

Bicara soal gitar, bicara soal benda yang menjadi andalan saya di saat pandemi sekarang. 

Kenapa saya bilang gitar sebagai andalan saya di masa susah sekarang ini? 

Saya tidak bicara tentang materi, karena saya bukan musisi atau guru musik. Saya tidak memperoleh pendapatan dari bermusik. Saya bicara tentang posisi gitar sebagai "teman" yang selalu ada baik di saat susah, maupun senang, di dalam menjalani proses kehidupan.

Gitar juga merubah paradigma saya. Tapi tidak seketika pola pikir beralih. Ada proses yang saya harus jalani. 

Waktu kecil...

Waktu kecil, saya tidak pernah membayangkan kalau saya bisa memainkan gitar seperti saat ini. Menjadi guru saja tidak terbayang di pikiran, apalagi bisa memainkan gitar seperti sekarang. 

Ayah dan ibu suka mendengarkan musik. Itu yang mendasari awal mula kesukaan pada musik di diri kami, anak-anak mereka. 

Saya anak ketujuh dari tujuh bersaudara. Waktu itu, ayah membelikan piano dan organ. Kami semua, tujuh-tujuhnya, dileskan piano dan organ. 

Saya, sebagai anak bungsu dalam keluarga, terkadang kesal dengan perlakuan kakak-kakak saya. Kenapa kesal? Karena mereka pasti akan menyuruh saya les duluan. 

Yah, yang namanya anak-anak pasti penginnya main tapi main yang sifatnya menyenangkan dan tidak memberatkan. Tapi "main" yang satu ini berbeda. 

Guru les piano kami mewajibkan kami semua untuk duduk tegak waktu duduk di kursi piano. "Supaya mainnya benar," begitu alasannya. Begitu juga soal jari-jari tangan. Harus tegak lurus dengan tuts-tuts piano. "Agar jari bisa bergerak lincah di atas tuts. Tidak tersandung," kata Bu Windi (bukan nama sebenarnya), sang guru piano. 

Duduk tegak, jari tangan tegak lurus di atas tuts, sangat jauh dengan sifat anak usia dini. Saya inginnya lari-lari, tidak mau duduk manis di atas kursi piano dan ditambah lagi, harus memainkan piano selama 30 menit. Meskipun cuma setengah jam, bagi anak yang berumur sekitar sembilan tahun, sudah sangat "menyiksa". Serasa seabad. Serasa berjam-jam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline