Saya mengenal Kompasiana sudah cukup lama, namun saya membuat akun di mari beberapa tahun sesudahnya.
Waktu di awal, saya suka membaca artikel humor. Perlu refreshing setelah bekerja seharian plus tiga jam mengajar les waktu malam.
Seiring waktu berjalan, saya juga membaca artikel-artikel lain. Sangat menarik melihat isi tulisan dari "warga biasa" yang bisa menulis ciamik. Namun, waktu itu saya belum tergerak untuk ikut berpartisipasi menulis di blog ini.
"Apalah saya ini."
Itulah yang menjadi keraguan saya. Saya tidak merasa pede untuk menulis di Kompasiana saat itu. Alasan "Apalah saya ini" adalah penggambaran kemampuan menulis saya yang masih rendah saat itu (sekarang pun saya merasa masih "belum apa-apa". Masih terus belajar ^_^.).
Sampai suatu ketika, tahun 2016, saya menulis artikel perdana dengan judul Belajar dari Ironman. Meskipun tidak ada vote dan komentar, namun saya senang dengan label Pilihan yang menunjukkan kalau Kompasiana sangat mengapresiasi tulisan yang saya pikir "belum apa-apa", ternyata mendapat titel yang jauh di luar ekspektasi saya yang sebenarnya tidak berpikir bahwa tulisan pertama akan mempunyai nilai tambah.
Satu lagi artikel yang saya tulis. Tidak ada label apa pun. Apakah saya kecewa? Tentu saja tidak. Sama saja dengan pengalaman mengajar, awal selalu "tertatih-tatih", namun lambat laun mengajar menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Terasa lebih ringan dilakukan, karena dilakukan berulang-ulang. Tidak seperti di awal mula mengajar yang terasa "berat".
No label, no problem.
Di tahun 2017, tidak ada satu pun artikel yang saya hasilkan. Kesibukan mengajar dan berbisnis online membuat saya "vakum" dari "dunia persilatan kata" di Kompasiana.