Rekonsiliasi?
Terus terang, saya sering mendengar kata ini, namun tidak paham maknanya.
Untungnya, dengan adanya gawai, saya bisa menggunakan aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima (KBBI V) untuk mencaritahu apa arti dari rekonsiliasi.
Menurut KBBI V, Rekonsiliasi mempunyai arti : perbuatan memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan.
Setelah mengetahui arti rekonsiliasi, saya jadi memahami, kalau selama lebih kurang tujuh bulan, lini masa media sosial, atau pun di blog keroyokan Kompasiana yang kita cintai ini, terjadi polemik antara dua kubu yang mendukung capres-cawapresnya masing-masing, baik secara elegan lewat artikel-artikel renyah berkualitas, maupun secara ugal-ugalan lewat tulisan-tulisan garing rendah mutu.
Sebagai warga biasa, yang lebih suka berada di belakang layar, saya tidak ingin ikut terseret arus membela mati-matian capres kosong tiga atau kosong lima. Seperti kata teman saya, "Ah, siapa pun presidennya, kita kan tetap aja jadi karyawan. Tetap kerja dari jam 8 sampai jam lima. Tetap makan nasi, de el el, dan de el el yang lain. Yang terpilih, adalah yang terbaik. Untuk apa gontok-gontokan."
Intinya, apa pun pilihan, tetaplah bersahabat. Hargai pendapat orang lain. Hormati pilihannya, meskipun kita tak sepaham dengan pendapat teman kenapa memilih capres nomor sekian tadi.
Saya sempat terganggu juga dengan beberapa postingan dari salah seorang penulis yang juga guru, di salah satu grup facebook guru Indonesia (Demi menjaga situasi tetap kondusif, saya tidak mencantumkan nama grup facebook-nya secara spesifik ^_^).
Si Gunarto (bukan nama sebenarnya) memposting tentang berbagai hal yang bersifat radikal dalam mendukung salah satu capres, dan menjelekkan capres yang lain. Padahal banyak guru di dalam grup tersebut sudah memperingatkan, supaya membagi informasi seputar pendidikan saja. Tempatkan soal politik di grup yang sesuai dengan itu. Tapi Gunarto tetap "bandel" melakukan hal-hal tersebut, bahkan sampai sekarang, setelah Pemilu selesai.
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kondisi tersebut. Orang yang menginspirasi saya untuk menulis, termasuk saran beliau supaya saya menulis di Kompasiana ini, ternyata pikirannya teracuni karena pilihan dalam pemilu.