Lima tahun lalu, tahun 2014, di bulan februari, ayah saya meninggal. Ini merupakan pukulan yang sangat berat bagi saya. Waktu itu, saya sedang giat-giatnya menjalankan salah satu bisnis mlm, dan motivasi terbesar saya di buku impian adalah orangtua, yaitu ayah dan ibu saya bisa menikmati hidup nyaman dari hasil saya dalam berbisnis mlm.
Sebelum peristiwa meninggalnya ayah saya, setiap malam, saya selalu membuka buku impian saya. Memandang foto-foto ayah dan ibu, orang-orang yang sudah berjasa besar pada hidup saya, sehingga saya bisa mencapai titik dimana orang mengatakan kalau saya adalah seorang yang berhasil, sukses.
Namun, saya hanya terenyuh. Sukses secara akademik, namun tidak sukses secara finansial. Gaji sebagai guru tidaklah cukup untuk membahagiakan orangtua.
Makanya, sembari mengajar, saya menjalani bisnis mlm "A" waktu itu, yang saya percayai sebagai kendaraan saya untuk mencapai sukses secara finansial.
Tujuan? Tentu saja untuk membahagiakan ayah dan ibu.
Apa daya, ayah berpulang ke rumah Bapa di surga pada jam empat dini hari. Serasa jantung berhenti berdetak, waktu mendengar berita itu. Saya pun bergegas membawa pakaian seperlunya, dan meminta tolong pada teman untuk mengantarkan saya ke terminal bis pagi-pagi sekali. Biasanya saya mengendarai sepeda motor dari Samarinda ke Balikpapan. Namun, kali ini pikiran saya kalut, tidak fokus. Daripada terjadi apa-apa di jalan, saya naik bis saja.
Waktu itu, ojek online belum ada di Samarinda dan Balikpapan. Waktu di Samarinda, teman saya bisa mengantarkan saya ke terminal bis. Sebenarnya saya tidak mau merepotkan, namun karena di area tempat saya tinggal tidak dilalui angkot dan juga tidak ada ojek pangkalan, jadi sulit untuk pergi ke mana pun. Harus punya kendaraan sendiri.
Untung, teman saya, sebut saja Handoko, yang saya sudah anggap sahabat, mau menolong saya.
Yang menjadi persoalan kemudian adalah sewaktu tiba di Balikpapan, siapa yang akan menjemput? Karena jenazah ayah saya sudah berada di rumah duka, dan saya tidak tahu dimana letaknya. Rumah keluarga dalam keadaan kosong karena semua anggota keluarga berada di rumah duka dan sedang sibuk dengan urusan masing-masing.
Sebenarnya bisa saja saya meminta salah satu kakak saya untuk menjemput saya di terminal bis Batu Ampar, Balikpapan. Karena prosesi pemakaman belum dilakukan pada hari itu. Menunggu anggota keluarga yang belum datang dari kota-kota lain dan menyiapkan segala sesuatunya.
Namun saya pikir, "Kenapa aku tidak minta tolong Rendi (bukan nama sebenarnya)? Aku kan akrab dengan dia waktu di Samarinda."