Mufti Lazuardi, pria berusia 24 tahun asal Sidoarjo. Kini fokus menjadi pendakwah sekaligus interpreter bagi penyandang tunarungu di komunitas Aksi Tuli Sidoarjo. Keputusan ini berawal dari pertemuannya dengan Aderima, interpreter di acara talkshow parenting mengenai disabilitas, Malang. "Saat itu saya kepikiran, teman-teman tunarungu beribadah shalat dan baca Qurannya gimana? Orang berdakwah kepada mereka itu seperti apa?" tutur Mufti. Benar saja, banyak penyandang tunarungu yang pengetahuan agamanya kurang. Ini karena sedikitnya pendakwah yang mampu berbahasa isyarat, khususnya di Sidoarjo.
Di komunitas Akar Tuli Malang, Ia diajari bahasa isyarat, sebagai gantinya, Mufti mengajari pengetahuan agama kepada mereka. 2 tahun mendalami bahasa isyarat, Mufti resmi menjadi interpreter. Ia sering diminta menjadi penerjemah di Malang, Surabaya, Jember, dan sekitarnya. Tidak ada gaji untuk tugas mulia ini. Hanya saja, jika Instansi Pusat Layanan Juru bahasa membutuhkannya untuk menjadi penerjemah sebuah acara, ia baru akan mendapat gaji. Nominalnyapun tidak pasti. Baginya, misi utama adalah untuk berdakwah kepada anak tunarungu. "Karena semua manusia nanti pasti dihisab, jadi mereka harus faham apa yang mereka kerjakan dan tujuan adanya mereka di dunia." Tandasnya.
Saat ini Mufti gencar mencari interpreter muda yang akan meneruskan misi utamanya, yaitu berdakwah. Terlebih untuk mengenalkan dan mengajarkan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) kepada masyarakat. Sehingga dapat berkomunikasi dan memahami penyandang tunarungu. "Kita enggak pernah tahu kedepannya punya keluarga tunarungu atau gimana, karena banyak orang yang enggak siap punya anak tuli, jadi mereka kecewa, enggak diurus. Jadi persiapan itu lebih baik daripada enggak sama sekali." Tutup Mufti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H